Mohon tunggu...
Naj Inay
Naj Inay Mohon Tunggu... -

radikalis karbitan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

cermin

29 Oktober 2010   23:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:59 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Tubuh, pada akhirnya akan melepuh, renta. Dan muka pda akhirnya akan peot dan melempem. Sesekali kita bercermin, saat kita puas dengan bentuk tubuh dan wajah kita, membantinlah, inilah aku. Mungkin mengerikan jika kita membayangkan, ujaran itu kita pakai limapuluh tahun berikutnya. Atau, lebih menakutkan lagi saat ruh dan badan kita telah berpisah. Lalu ruh atau jiwa kita menatap tubuh yang dulunya dipuja dan dibanggakan bersatu dengan zat kita berasal. Tanah itu!

Ingatan dan pikiran siapa yang paling dongak terhadap pengandaian seperti ini?!

Akupun sesungguhnya ngeri! Ngeri terhadap bayangan keranda yang suatu ketika kan membawaku ke liang kuburan. Ngeri semua mata masih berhak berlagak di depan kamera Tuhan sebagai tokoh utama, sedangkah ruhku…tak ada satupun yang melihat.

Dan kematian adalah keniscayaan, apakah kau takut hidup sehingga kematian yang selalu kau singgung?

Bukan itu lantaran. Melainkan aku hanya ingin mengingat keterbatasan, bukankah itu tidak salah?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun