Berkembangnya tren minuman manis kekinian, seperti minuman bersoda, teh manis, dan minuman berbahan dasar susu, telah menciptakan lingkungan di mana konsumsi gula tambahan meningkat secara drastis. Tempat yang menarik serta citarasa yang menggoda membuat minuman ini menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup sehari-hari. Namun, di balik gemerlapnya minuman manis kekinian, muncul ancaman serius dalam bentuk resistensi insulin.
Pada tahun 2016, survei di Inggris menunjukkan bahwa sekitar 1000 pelajar Inggris memiliki kecenderungan minum minuman manis, dan sekitar 87% di antara mereka memilih kafe sebagai lokasi untuk menikmati minuman tersebut (Allen & Gould, 2018). Minuman manis merupakan kategori minuman yang sedang berkembang pesat pada era ini dan memiliki kandungan energi yang sangat tinggi (Qoirinasari et al., 2018). Peningkatan konsumsi minuman manis telah menjadi penyebab utama meningkatnya asupan gula tambahan, dan memiliki korelasi dengan peningkatan risiko obesitas serta diabetes melitus tipe 2 (Malik et al., 2013). Diabetes Melitus (DM) adalah kondisi metabolik yang dicirikan oleh peningkatan kadar gula darah yang disebabkan oleh masalah dalam produksi insulin, respons insulin, atau keduanya (ADA, 2015).
Pada individu yang mengalami obesitas, peningkatan produksi asam lemak bebas dapat menginduksi resistensi insulin, terutama pada hati dan otot. Mekanisme ini melibatkan kompetisi antara asam lemak dan glukosa untuk berikatan dengan reseptor insulin, serta peningkatan asetil koA dan inaktivasi enzim piruvat dehidrogenase. Oksidasi asam lemak menyebabkan peningkatan asam sitrat intraselular, menghambat akumulasi fosfo-fruktokinase dan glukosa-6 phosphat.
Akibatnya, terjadi akumulasi glukosa interseluler dan pengurangan pengambilan glukosa dari luar sel. Resistensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa di jaringan perifer berkurang karena kegagalan fosforilasi kompleks Insulin Reseptor Substrat (IRS), penurunan translokasi glucose transporter–4 (GLUT-4), dan penurunan oksidasi glukosa. Kondisi ini dapat menyebabkan diabetes melitus tipe 2 karena kurangnya kemampuan insulin atau resistensi insulin mengakibatkan hiperglikemia. Resistensi insulin, bersama dengan disfungsi sekresi insulin, merupakan faktor yang berkontribusi pada perkembangan diabetes melitus tipe 2 (Sulistyoningrum, 2010).
Untuk menjaga kesehatan dan mencegah resistensi hormon insulin serta risiko diabetes melitus tipe 2, penting bagi kita untuk membiasakan pola makan dan minum yang seimbang sejak usia muda. Mengurangi konsumsi minuman manis yang tinggi gula serta memilih opsi makanan yang lebih sehat dapat menjadi langkah awal yang signifikan.
Kebiasaan-kebiasaan ini, jika diterapkan secara konsisten, dapat memberikan perlindungan jangka panjang terhadap kondisi kesehatan yang berkaitan dengan resistensi insulin. Dengan memilih pola makan yang teratur dan seimbang, kita tidak hanya merawat tubuh saat ini tetapi juga memberikan investasi yang berharga untuk kesehatan masa depan. Dengan kesadaran akan dampak kesehatan dari minuman manis, kita dapat membentuk kebiasaan positif yang tidak hanya mendukung kesejahteraan kita sendiri tetapi juga mendorong perubahan menuju gaya hidup yang lebih sehat di masyarakat secara keseluruhan.
Daftar Pustaka :
American Diabetes Association. (2015). Standar of Medical Care in Diabetes-2015.
Diabetes Care, 38(1).
Allen, A., & Gould, V. (2018). Coffee Culture- Are female university students aware of
the nutritional content of popular coffee drinks (mocha, cappuccino, latte, frappe