Ketika melihat berita atau artikel di media sosial ataupun broadcast Whatsapp, hal terpenting yang harus dilakukan adalah membaca beritanya dengan tenang sampai habis. Utamakan sikap husnuzan (baik sangka) dan tabayyun (mengecek kembali kebenarannya).
Lalu bagaimana caranya kita mengecek kebenaran berita tersebut? Berikut beberapa tips.
Pertama. Jika berita atau artikel tersebut memuat kutipan ayat/hadits; atau pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan, maka lihatlah sumber aslinya. Bukalah Al-Qur'an terjemah, baik yang cetak maupun elektronik atau daring. Bukalah situs web yang menyediakan dokumen undang-undang secara utuh (bukan kutipan).
Kemudian pertanyakan: Apakah benar bunyi kutipan seperti aslinya? Apakah ada kalimat yang dipotong-potong? Apakah pasal/ayat selanjutnya/sebelumnya masih berhubungan? Apakah benar tafsirannya seperti itu?
Kedua. Jika berita atau artikel tersebut memuat link/tautan ke suatu situs web atau aku media sosial, maka yang perlu diperhatikan adalah:Â
Apakah situs/akun tersebut merupakan situs/akun resmi? Misalnya untuk situs resmi pemerintah biasanya berakhiran .go.id; situs resmi perguruan tinggi berakhiran .ac.id; dan sebagainya. Sementara itu, akun media sosial yang sudah terverifikasi biasanya memilki tanda centang. Berhati-hatilah terhadap akun-akun bayaran yang memang pekerjaannya membuat provokasi. Menjadi kewajiban kita untuk tidak terpancing emosi.
Ini juga berlaku ketika browsing. Saat membaca artikel dalam suatu situs yang kita kunjungi dari hasil browsing, kemudian bacaan tersebut memancing emosi, bisa dicoba untuk membuka artikel-artikel lainnya di situs tersebut. Jika setelah itu rasanya jadi ingin marah-marah, maka silakan curiga terhadap situs tersebut.
Ketiga. Jika berita atau artikel tersebut mengutip kata-kata seseorang, misalnya "Pak X berkata..."; "Menurut ibu Y..."; "Sudah dijelaskan oleh Z...", maka silakan cari di google terlebih dulu, apakah benar orang tersebut mengatakan yang sama persis dengan yang termuat di artikel?
Jika ada pernyataan dari tokoh A misalnya, yang menyerang tokoh B. Maka kita cari lagi, apakah tokoh B ini melakukan klarifikasi? Apakah klarifikasi tersebut masuk akal? Jangan langsung menghakimi bahwa tokoh B benar-benar seperti apa yang dikatakan tokoh A.
Keempat. Jika berita atau artikel tersebut memuat gambar yang dilengkapi dengan keterangan/caption, maka jangan langsung percaya  bahwa gambar dan keterangan tersebut benar-benar berhubungan.
Misalnya, ada gambar kucing mati dan berdarah-darah disertai keterangan (yang agak heboh): "Kejam, kucing ini dipukuli sampai mati hanya karena makan tulangnya saja, tidak pakai nasi!!" Padahal bisa jadi kucing tersebut mati tertabrak mobil.