Gagasan HAM dikemukakan dari teori hak kodrati yang dikembangkan oleh para filsuf seperti John Locke dan Thomas Paine. Maksud dari hak kodrati ini adalah setiap manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya yang harus dilindungi serta dihormati oleh negara. Apabila hak asasi manusia meliputi hak-hak ditarik atau dikurangi, maka dapat mengakibatkan derajat kemanusiaan yang semakin berkurang. Meskipun telah ada kesepakatan internasional yang menjamin hak asasi manusia ini, kenyataannya masih banyak individu yang mengalami kesulitan yang diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia dalam hak kesehatan, salah satunya adalah akses terhadap pelayanan kesehatan yang masih belum merata di beberapa daerah.
Salah satu kasus yang melibatkan pelanggaran HAM terjadi pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Scholoo Keyen, di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya. Disebutkan bahwa rumah sakit ini “nyaris lumpuh” dalam melakukan pelayanan akibat kelangkaan obat dan bahan medis seperti selang oksigen dan alat suntik sekali pakai sehingga mengakibatkan beberapa pasien meninggal dunia. Kelangkaan bahan medis ini mengharuskan beberapa pasien untuk dirujuk ke rumah sakit lain dimana perjalanan ini akan memakan waktu sekitar 5-6 jam perjalanan yang dapat meningkatkan risiko kematian selama perjalanan. Keterbatasan jumlah dokter serta tenaga kesehatan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pasien. Ketua Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian PB IDI, Pujo Hartono, menyatakan bahwa kebanyakan dokter yang baru lulus hanya mau ditempatkan di kota-kota besar sehingga mengakibatkan kurangnya jumlah dokter di bagian Indonesia Timur. Selain itu, masih banyak fasilitas rumah sakit yang rusak dan tidak memadai untuk pasien-pasien di rumah sakit. Kondisi ini mencerminkan bahwa masih ada ketimpangan akses layanan kesehatan yang terjadi terutama di daerah terpencil seperti Papua.
Kondisi yang dialami oleh RSUD Scholoo Keyen bertentangan dengan amanat UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) yang menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Dengan demikian, perlu ada langkah konkret dari pemerintah untuk memastikan distribusi tenaga kesehatan yang merata, pengelolaan anggaran rumah sakit yang lebih baik, serta peningkatan infrastruktur kesehatan di daerah terpencil agar hak atas kesehatan dapat terpenuhi secara adil. Pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk meningkatkan infrastruktur kesehatan di daerah terpencil. Investasi dalam pelatihan tenaga medis dan penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai harus menjadi prioritas. Selain itu, kolaborasi dengan organisasi non-pemerintah dan komunitas lokal dapat membantu mengidentifikasi kebutuhan spesifik masyarakat dan menyediakan solusi yang tepat. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan akses layanan kesehatan dapat lebih merata dan hak atas kesehatan masyarakat dapat terpenuhi secara optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H