Mohon tunggu...
Irpan Sopian
Irpan Sopian Mohon Tunggu... profesional -

Saya seorang yang sedang belajar menulis, mencari pengalaman, wawasan yang positif, teman yang banyak. Yang terpenting: saya berikhtiar memberikan manfaat bagi semua orang. Saya yakin, kita bukan makhluk yang sempurna. Tapi berusaha memuliakan Yang Maha Sempurna...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Awal Juni

6 Agustus 2012   22:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:10 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kucoba berpikir sejenak,

Menghampiri sang jiwa,

Mendatangi sang hati,

Menemui sang nurani,

Huh......

Lelahnya hidup,

Kujalani terus tiada henti,

Memulai titik satu kebahagiaan,

Meretas cinta dan kedamaian,

Hanya satu yang kumau,

Itu yang kuharap slalu,

Melihat mamah tersenyum,

Tak lagi berkeringat di pelipismu,

Tak usah menangisi esok yang tak jelas,

Mah......

Kini menggurat keriput di wajahmu,

Habis engkau berikan pada kami,

Maafkan yah mah,

Slalu terngiang mamah ingin menelusuri jejak Ilahi,

Kini waktunya mamah berhenti dari kebingungan,

Oh mamah,

Lihatlah kami pun tak hanya diam,

Kami mencucurkan air mata,

Hanya demi mamah dan kita,

Mah.......

Masihkah ada do`a untuk kami,

Kami takut do’amu terkikis ambisi kami,

Oh jangan Mamah,

Jangan engkau jadikan kami seperti si Malin kundang,

Tidak Mah,

Atau Tuhan jadi tak sayang lagi pada kami,

Karena engkau tak pedulikan kami,

Mah.......

Biarlah masa lalu pahit kita tinggalkan saja,

Jangan hiraukan,

Kini saatnya kita mencari kedamaian,

Keridhoan Ilahi,

Itu saja yang kumau,

Do’amu slalu kunanti,

Di penghujung malam yang sunyi,

Mengumpulkan tasbih,

Dekaplah Ilahi,

Rayulah Ilahi,

Demi kami anakmu,

Mah........

Izinkan kami menata kembali,

Kasih yang telah lama tenggelam,

Jangan cucurkan air mata lagi,

Kami tak sanggup menampungnya,

Tolong Mah,

Please,

Please,

Biarkan air mata itu,

Menetes saat sudah menjadi metiara kebahagiaan,

Mah.......

Kami rindu belaimu,

Kami kangen sayangmu,

Kami inginkan senyummu,

Bukan keluhan yang kudengar,

Jadi lelah rasanya kukejar cita-cita,

Demi kita,

Ingatlah Mah,

Pada Ayah yang di sana,

Jangan sampai mendengar kita sedih,

Jangan sampai ia menangis pula,

Melihat kita berkeluh kesah,

Biarkan Ayah terlelap tenang,

Jangan ganggu ia,

Kasihan wahai Mamahku sayang,

Sekarang hapus sudah air mata kegelisahan,

Singkirkan sudah semua keraguan,

Sirnakan keluh kesah di dada,

Buang sudah jauh-jauh ketidakpercayaan diri,

Biarkan kami berlari mengejar cita,

Ayo Mamah sayang,

Biar kugendong semua penderitaanmu,

Agar Ayah tersenyum damai,

Di sana bersama senyumnya Ilahi.

Teruntuk Mamah, Ayah di sana, Adik2ku tersayang dan anak2ku tercinta.

Jurugentong, 03 Juni 2004

Jam 16. 00-16.55

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun