******
Setelah mondar mandir sambil baca buku, Faris yang ditunggupun akhirnya datang ke kost Bejo yang hanya berjarak 900 M dari tempat tinggal Faris.
"Apa kabar nih Jo, lama tak jumpa, pastinya banyak cerita yang siap menggema, bukan ?". Tanya Faris dengan antusias kepada Bejo.
"Alhamdulillah, Ku tidak hanya sehat, tapi juga alfiyat,untuk cerita kamu siap berapa jam mendengarkan Ris?". Respon cepat Bejo kepada teman lamanya, Faris.
"Ris, btw kamu dulukan punya bakat gambar sketsa, kenapa sekarang sepertinya kamu udah fakum". Tanya Bejo sembari menghidangkan minuman kepada tamunya.
"Gimana aku gak fakum, la aku sering bikin karya, tapi ya hasilnya belum bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari hari Jo, lama-kelamaan aku insecure donk. Hidup inikan butuh modal, basicly untuk makanlah". Ucap Faris dengan nada menyeringai.
"Terus, kamu tinggalin tuh hobbi". Bejo mencecar Faris.
Faris tidak segera menjawab, dia meraih gelas yang dihidangkan Bejo lalu meminumnya.
"Kalau 100% gak bisa ninggalin hobby kita Jo, cuman porsinya yang dikurangin, walau aku tahu saat itu aku benar benar kena dampak upward social comparison, masa dimana aku sering bandingin diriku dengan orang lain, terutama soal pencapaianku dan orang lain, misalnya teman-temanku sudah bisa hidup mandiri bahkan ada yang sudah bisa memberi uang untuk orang tuanya, sedangkan aku ?".
"Wah, emang kenapa kamu tinggalkan, bukankah itu bagian dari idealismu, kenapa kamu gak kejar, aku percaya kamu punya mimpi untuk diraih dan benar benar bisa berbuat lebih dengan kemampuanmu dan kesukaan kamu waktu itu". Ucap Bejo dengan nada meyakinkan.
"That's right, tapi seiring berjalannya setatus pelajar idealis itu akan pudar Jo, pada akhirnya yang kita nantikan akan lebur oleh bosan, yang kita mimpikan akan hanyut oleh keadaan, yang terpaksa akan jadi terbiasa dan yang istimewa akan jadi biasa saja". Faris tersenyum kecil.