Mohon tunggu...
Dr.Naima Lassie
Dr.Naima Lassie Mohon Tunggu... -

Dokter, Residen Mata, Istri Residen Bedah, Mama Farand dan Falisha.\r\n'Be Positive and Stay Positive'\r\nwww.naimalassie.com

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Salah Kaprah tentang Susu Formula

27 Juni 2013   11:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:21 3400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13723149001342898579

[caption id="attachment_270885" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Siang itu di sebuah acara kondangan/hajatan keluarga, saya duduk bersebelahan dengan seorang nenek yang mengasuh sehari-hari cucunya karena ibu si anak ini merantau jauh. Si anak, perempuan berusia sekitar 3 tahun. Cerita bermula ketika si anak ini berdekatan dengan anak pertama saya yang juga berusia sekitar 3 tahun. Memang secara fisik si anak perempuan ini lebih gemuk dan montok dibandingkan anak saya.

Kemudian nenek tadi mulai bercerita dengan bangga tentang pola makan cucunya. Cucunya ini adalah penggemar salah satu susu formula Be***ac. Satu kaleng susu 800 gram akan habis dalam waktu 4-5 hari, sekali minum bisa beberapa botol sekaligus. Saya pun jadi tergelitik untuk menanyakan bagaimana dengan makannya? Biasanya jika anak-anak sudah terlalu banyak mengkonsumsi susu formula dia akan kenyang duluan dan makannya jadi terganggu. Selain itu saya juga surprise juga untuk ukuran daerah yang masih pedesaan seperti ini ternyata sudah ‘mampu’ mengkonsumsi susu formula mahal dalam jumlah yang tidak sedikit. Saya saat itu berpikir mungkin keluarga ini termasuk yang mampu secara finansial.

Tapi betapa terkejutnya saya ketika si nenek bercerita tentang pola makan sehari-hari cucunya.

“Makannya gampang, Mbak. Pake bawang goreng dan kecap aja udah banyak makannya,” kata sang nenek.

“Lauknya Bu?” Tanya saya penasaran.

“Ya itu tadi, bawang goreng sama kecap, kadang pake tahu setengah matang.”

Speechless saya.

“Kalau sayurnya Bu?”

“Mau juga kok, terutama kuahnya,” jawab sang nenek mantap.

Wadudududuh…. Kalau kuahnya itu bukan sayur namanya.

“ Dulu apa si adek ini minum ASI juga Bu?” Tanya saya lagi.

“Nggak Mbak, sejak baru lahir minum susu Nu****on, ASI nya ibunya cuma sedikit sekali. Terus ditinggal merantau juga sama ibunya jadi saya yang mengurus sehari-hari,” kata sang nenek.

Saya mencoba mengambil beberapa pelajaran dari obrolan ringan saya dengan dengan ibu tadi.

Pertama yang ingin saya soroti adalah masalah salah kaprah tentang lebih mementingkan membeli susu formula mahal tetapi untuk membeli makanan bergizi seimbang malah diabaikan. Daripada uangnya habis untuk membeli susu yang mahal akan lebih bijaksana bila dibelikan lauk-pauk yang lebih layak dan tinggi gizi daripada sekedar bawang goreng dan kecap. Begitu pula dengan sayur dan buah. Nutrisi dari makanan alami lebih mudah diserap pencernaan daripada dari susu formula. Percuma kan kalau produsen susu formula mengklaim produknya mengandung ini itu yang sudah lengkap nutrisinya tapi ujung-ujungnya penyerapan nutrisi dari susu formula kurang optimal.

Kedua, menerapkan pola makan sehat memang harus dimulai sejak kecil. Bila sejak kecil tidak suka sayur maka kemungkinan besar hingga dewasa pun akan tetap terbawa kebiasaan ini. Dan ada kecenderungan ibu-ibu sekarang jika anaknya susah makan kemudian anaknya diberikan susu formula supaya kenyang dan dapat gizinya. Ini yang harus diubah mindsetnya. Bagaimanapun, susu formula hanya sebagai tambahan, nutrisi utama tetap dari makanan. Pemberian susu formula berlebihan dan mengabaikan pola makan sehat sejak anak-anak akan membuat si anak berisiko mengalami obesitas. Dan obesitas, terutama sejak masa kanak-kanak, terkait dengan berbagai penyakit terutama penyakit jantung dan diabetes. Jadi jangan bangga karena anaknya gemuk ya, Bu.

Ketiga, bagaimanapun kondisinya pemberian ASI tetap harus diupayakan, terutama di 6 bulan pertama kehidupan, dan lebih baik bila dilanjutkan hingga 2 tahun. Hingga saat ini saya percaya bahwa setiap ibu bisa menyusui (kecuali dalam kondisi medis tertentu yang sangat jarang). Saya suka slogan dari kampanye ASI, “Benar Awalnya, Lancar Menyusuinya”. Bila sejak awal ibu sudah yakin mampu menyusui dan didukung oleh sekitarnya (tenaga medis, suami,keluarga dekat dan masyarakat) maka proses menyusui akan menjadi lebih lancar. Masalahnya adalah, hingga saat ini masih banyak yang lebih bangga anaknya diberikan susu formula daripada ASI. Karena susu formula mahal sementara ASI gratis. Tapi di sisi lain uangnya habis untuk membeli susu formula lebih baik untuk membelikan lauk-pauk, sayur dan buah untuk makanan sehari-hari ibunya dan anaknya mendapatkan ASI terbaik.

Ada juga kasus yang pernah saya temui dimana ada anak yang termasuk kategori kurang gizi dengan riwayat diberikan susu formula. Tapi setelah digali lebih lanjut hingga masalah pengenceran susu, ternyata susu formula yang diberikan itu sangat encer (tidak sesuai dengan standar pengenceran seharusnya). Ini sangat ironis. Mengapa sang ibu tidak memberikan ASI saja yang sempurna tapi gratis dan malah memilih memberikan susu formula yang mungkin harus ‘diada-adakan’ karena kesulitan ekonomi?

Semoga kita bisa lebih bijak dalam memberikan nutrisi untu anak-anak kita, generasi penerus bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun