Mohon tunggu...
Naili Nuril Asna Zain
Naili Nuril Asna Zain Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Minat berorganisasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Hukum Islam Dalam Kasus Perkawinan Anak

22 Oktober 2023   23:23 Diperbarui: 22 Oktober 2023   23:51 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus perkawinan anak di indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Pengajuan permohonan pada usia anak banyak disebabkan oleh faktor perempuan hamil terlebih dahulu dan faktor ekonomi orang tua yang tidak memadai untuk melanjutkan pendidikan anak mereka sehingga diberikan dorongan untuk menikah daripada melanjutkan jenjang Pendidikan. Dalam hal ini, sangat berdampak terhadap tumbuh kembang anak baik secara fisik maupun psikis.

Perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, dan putus sekolah. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini menjadi harapan agar supaya mengurangi angka perkawinan anak di indonesia, dimana usia minimum perkawinan bagi perempuan 16 dan laki-laki adalah 19 tahun menjadi setara 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Namun di lapangan, permohonan pengajuan perkawinan anak masih terus terjadi dan sudah sangat mengkhawatirkan.

Hal ini terjadi akibat kurangnya sosialisasi hukum terhadap masyarakat baik dalam lingkup Pendidikan Formal maupun non formal. Sehingga masyarakat tidak banyak yang mengetahui terkait prosedur dan hukum perkawinan di indonesia. Dan juga banyaknya oknum peradilan yang terbukti melakukan pelanggaran yang akhirnya berimbas terhadap kepercayaan masyarakat akan hukum yang sudah diberlakukan.

Dalam kasus pernikahan anak menurut hukum islam dapat dilihat dari kondisi tertentu, bisa jadi pernikahan itu terjadi karena suatu hal khusus susuai kebutuhan mereka. Akan tetapi, kebutuhan tersebut harus diuji terlebih dahulu objektifitasnya, agar supaya pernikahan tersebut tidak semata-mata bersandar pada kebutuhan subjektif yang dapat merugikan pihak terlibat. Apabila perkawinan anak ini dikhawartirkan dapat menimbulkan kemadaratan terhadap salah satu pihak jika tidak dilangsungkan. Maka, dalam hal ini pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam kesejahteraan masyarakat mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan menetapkan aturan hukum dalam pernikahan tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun