Kalian pasti sudah sering mendengar tentang konflik antara Israel dan Palestina bukan? Hal tersebut seperti konflik yang tidak ada ujungnya dari dahulu kala. Terdapat banyak penyebab  konflik antar kedua negara tetangga tersebut. Konflik ini kembali memanas saat kelompok Hamas yang menguasai Gaza meluncurkan serangan besar-besaran ke wilayah Israel pada Sabtu, 7 Oktober 2023 hingga sekarang. Pihak Israel tidak hanya merusak fasilitas, namun melakukan pembunuhan terhadap wanita, ibu yang sedang hamil, dan anak-anak. Ini bukan lagi perihal politik, namun tentang kemanusiaan. Serangan itu menandai ketegangan dan konflik berkepanjangan antara kedua pihak. Hal ini dapat mengakibatkan kehidupan warga Palestina di Gaza berhenti total.
Mengetahui hal tersebut, masyarakat khususnya umat muslim memberikan banyak dukungan terhadap warga Palestina, salah satunya adalah Indonesia. Lagi-lagi ini muncul aksi pemboikotan produk-produk pro-Israel serta yang mendukung dan menyumbang dana untuk peperangan tersebut. Pemboikotan ini memberikan dampak pada perekonomian brand atau produk yang bekerjasama dengan Israel, sehingga mereka mengalami penurunan dalam penjualan. Aksi ini dapat memengaruhi turunnya minat dan daya beli konsumen. Selain itu dapat memengaruhi perdagangan Internasional maupun perekonomian khususnya di Indonesia.
Aksi boikot produk pro-Israel berisiko menghambat pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Karena boikot berkepanjangan, dapat menurunkan konsumsi masyarakat hingga penurunan kinerja ritel. Hal tersebut juga mengganggu kinerja dunia bisnis dari hulu hingga hilir. Para produsen akan mengalami gangguan distribusi, produksi hingga efisiensi usaha melalui Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Serta terdapat ritel yang juga mengalami penurunan kinerja penjualan.Â
Seruan aksi boikot semakin menyeruak di kalangan masyarakat berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Terlebih lagi, Fatwa MUI No.83/2023 menegaskan larangan untuk mendukung agresi Israel terhadap Palestina. Termasuk mengimbau masyarakat untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk pro-Israel atau yang terafiliasi dengan Israel, serta yang mendukung penjajahan dan zionisme. Salah satu dampak yang terlihat adalah anjloknya harga saham Unilever, MCD, dan Netflix.
Namun, tingginya kekuatan masyarakat untuk memboikot produk yang pro-Israel dapat menjadi momen baik untuk penguatan industri lokal. Dengan penurunan penggunaan produk asal Israel ini, maka dibutuhkanlah produk substitusinya yang menjadi kesempatan produk lokal untuk tampil di masyarakat. Pilihan ini bisa menjadi momen penguatan industri lokal. Masyarakat dapat mulai mengoptimalkan konsumsi produk lokal, sehingga industri lokal-pun dapat bangkit. Sehingga mampu membangun kemandirian serta ketahanan ekonomi nasional, bahkan berdampak pada ekonomi rakyat bawah, dan kemandirian pangan. Selain itu juga dapat membantu Pemerintah dalam pengetatan barang impor.
Produsen lokal harus memanfaatkan kesempatan ini  untuk secara aktif meningkatkan kuantitas dan kualitas produknya agar menjadi produk andalan masyarakat. Ini merupakan langkah awal sebelum memasuki tahapan berikutnya, yaitu  riset dan inovasi, yang saat ini hanya bisa dilakukan oleh produsen lokal. Namun tidak menutup kemungkinan jika di masa yang akan datang produk-produk lokal dapat disentuh oleh pasar internasional. Masyarakat  juga perlu mendukung dan mencintai produk asli Indonesia sebagai bentuk kontribusi terhadap kemajuan produk Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H