Mohon tunggu...
Naila Zahra Arrahmah
Naila Zahra Arrahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Airlangga

Saya adalah seseorang yang suka membaca dan suka berorganisasi.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Apakah Suksesi pada Bisnis Keluarga Selalu Berakhir Buruk?

31 Maret 2024   23:22 Diperbarui: 31 Maret 2024   23:29 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Bisnis keluarga adalah bisnis dimana satu atau dua keluarga memiliki lebih dari setengah saham yang beredar. Bisnis keluarga biasanya didirikan, dioperasikan dan dikelola oleh anggota keluarga, meskipun beberapa bagian dapat dikelola oleh profesional di luar keluarga (Marpa, 2012). Perkembangan bisnis keluarga juga tidak dapat lepas dengan perencanaan suksesi kepada generasi berikutnya. Karena kondisi dan situasi berbeda untuk setiap generasi, setiap pemimpin pasti akan merancang perencanaan yang berbeda untuk setiap generasi. Namun, hal ini dapat menyebabkan konflik yang dapat merusak bisnis. 

Banyak hal yang harus dihadapi saat melakukan perencanaan suksesi seperti membutuhkan waktu yang tepat dan menemukan penerus yang sesuai. Keberlangsungan bisnis keluarga dapat tergantung dari bagaimana proses suksesi itu dilakukan serta bagaimana sebuah bisnis tersebut dapat menyelesaikan masalah internal. Menurut pendapat dari (Filser et al,. 2013) menyatakan bahwa pemilihan suksesor menjadi sulit karena persaingan saudara. 

PT Mitra Indah Lestari atau PT MIL adalah contohnya. Perusahaan keluarga ini beroperasi di sektor transportasi di Balikpapan, yang terletak di Kalimantan Timur. Karena anggota keluarga memegang posisi terpenting dalam perusahaan, perusahaan ini dikategorikan sebagai Family Business (FB). David dan Tony mendirikan bisnis ini pada tahun 1980. Seiring berjalannya waktu, mereka mulai merencanakan suksesi kepemimpinan untuk memastikan perusahaan tetap beroperasi. Salah satu cara untuk mempersiapkan suksesi adalah mendidik calon penerus untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.

Hengky, anak tertua David, menjadi orang pertama yang bergabung ke perusahaan. Dia dipercaya untuk menjadi Manajer Keuangan karena dia memiliki gelar Sarjana Akuntansi. Anak kedua David, Wiliam, juga menjadi Manajer Operasional karena dia memiliki gelar Sarjana Manajemen. Anak pertama Tony, Richard, juga memiliki gelar Sarjana Manajemen dan bekerja sebagai Kepala Inventaris.

Konflik PT Mitra Indah Lestari terjadi karena Richard merasakan ketidakadilan, kecemburuan, dan ketidaknyamanan. Selain itu, perbedaan sistem imbalan menimbulkan masalah tambahan.

Dikutip dari Buku "Mengelola Bisnis Keluarga" karya Dr. Tri Siwi Agustina, S.E., M.Si. Sumber konflik yang terjadi di PT MIL ini ialah dari aspek Decision Making, dikarenakan David dan Tony langsung menunjuk dan menempatkan Richard ke dalam posisi Kepala Inventaris tanpa adanya penjelasan. Kemudian yang kedua adalah Compensation, Richard merasa adanya perbedaan sistem imbalan. Hal ini pasti akan mengakibatkan kecemburuan antar anggota keluarga dan yang terakhir ialah succession, sudah sangat jelas dan terlihat bahwa semua konflik ini berawal dari PT MIL yang melakukan suksesi kepada generasi selanjutnya. Ini pasti akan berdampak buruk pada perusahaan, seperti perpecahan di kubu yang membuat beberapa orang lebih percaya pada Hengky dan William dan beberapa lainnya lebih percaya pada Richard. Didasarkan pada gagasan (Allen, 2003) bahwa konflik dapat memiliki efek yang merugikan, seperti orang merasa terpisah satu sama lain, yang mengarah pada pembentukan kelompok.

Terdapat 5 cara dalam penyelesaian konflik yaitu coercion, compromise, arbitration, mediation, dan conciliation. Dari masalah PT Mitra Indah Lestari lebih cocok menggunakan penyelesaian conciliation, dengan mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang bersengketa untuk terwujudnya tujuan bersama. Richard juga dapat diberikan tanggung jawab yang lebih dan dapat berperan memberi saran mengenai strategi perusahaan, dan juga memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan yang akan diambil perusahaan. Kemudian untuk permasalahan perbedaan sistem imbalan, mungkin kedepannya perusahaan harus memiliki transparansi yang jelas mengenai pengukuran imbalan, supaya setiap imbalan yang diberikan dapat terbagi secara adil dan menghindari konflik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun