Mohon tunggu...
Nailatus Sadiyah
Nailatus Sadiyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

be happy

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keterbatasan Tak Menghalangi Semangat

25 April 2022   15:51 Diperbarui: 25 April 2022   16:06 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Layangan sangat erat dengan permainan orang Indonesia, dari dulu sampai sekarang sangat banyak yang memainkan layangan, baik dari yang muda hingga yang tua untuk memanjakan anaknya. Tetapi pada jaman sekarang sangat jarang ditemukan penjual layangan, pada jaman dulu layangan sangat gampang ditemukan. Keterbatasan fisik tidak bisa menjadi alasan untuk mengharap belas kasihan dari orang lain. 

Hal itu yang di yakini dan di lakukan oleh bapak takim pria berumur 38 tahun, warga RT 12 RW 03 Dusun Ampelantuk Desa Sukodadi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang. 

Rumah bapak takim tidak jauh dari rumah saya hanya beda dusun saja. Bapak takim merupakan penyandang disabilitas yang berhasil sukses menekuni usaha membuat layangan. Meski kaki kanannya diamputasi karena penyakit diabetes, tak menyurutkan semangat beliau untuk mencari rezeki. Sehari-hari nya, bapak takim mengais rezeki dengan berjualan layangan. 

Pada waktu itu beliau sangat kebingungan harus bekerja apa,  saat itu beliau iseng membuat layangan dan kebetulan ada tetangga beliau melihat beliau sedang membuat layangan dan tetangganya pun membeli layangan tersebut. 

Setelah beberapa hari kemudian banyak anak kecil mendatangi rumah beliau untuk membeli layangan. Beliau pun kaget dan bertanya kepada anak kecil tersebut, anak-anak tersebut mengatakan bahwa tetangga yang kemarin membeli layangan ke beliau merekomendasikan ke anak  kecil. Beliau pun sangat berterima kasih kepadanya karena berkat tetangganya beliau menemukan pekerjaan, yang tadinya hanya iseng malah menjadi rezeki.

Setiap harinya beliau berjualan layangan di rumahnya. Layangan yang dijual beliau pun merupakan hasil karya beliau. Sangat hebat tidak?. 

Pada saat itu beliau mempraktekkan cara membuat layangan yaitu dengan meletakkan bamboo secara menyilang, mengikat bamboo dengan menggunakan benang, mengikat keempat ujung bamboo dengan benang, meletakkan ikatan bamboo di atas kertas layangan, menambahkan 2 cm untuk garis gunting, mengunting kertas layangan tepat di atas garis dan yang terakhir merekatkan kertas layangan sampai menutupi bamboo. Kelihatannya sangat gampang tetapi pada saat saya mencoba malah tidak jadi wkwkw karena saya tidak ahli dalam membuat layangan. 

Sebagian layangan yang sudah jadi beliau pajang di dalam dan di depan rumahnya. Layangan yang dijual beliau mulai dari harga Rp. 2.000 -- Rp. 20.000 layangan tersebut sangat lengkap mulai dari yang kecil sampai yang besar. Pembeli pun juga bisa reques bentuk layangannya. Usaha jualan layangan beliau sudah ditekuni sampai saat ini dan sudah hampir berjalan 4 tahun.

Pada saat musim layangan, layangan beliau sangat laris terkadang bisa terjual sampai 50 layangan. Apabila musim hujan layangan beliau hanya laku beberapa layangan saja. Beliau tampak selalu bersyukur di segala situasi dan kondisi. "lek nggak laku yo ancene guduk rezeki ku, kan rezeki wes ono seng ngatur" ( kalau tidak laku ya memang bukan rezeki ku, kan rezeki sudah ada yang ngatur ) ucap beliau. 

Anak-anak disekitar rumah beliau sangat suka karena layangan yang dibuat beliau sangat bagus dan gampang saat diterbangkan. Awal mula beliau menjalani usaha tersebut dengan modal kecil beliau membeli peralatan dan bahan untuk membuat layang-layang. 

Biasa nya ketika beliau membeli peralatan untuk membuat layang-layang beliau diantar oleh saudaranya yang rumahnya bersebelahan dengan rumah beliau. Selain berjualan layangan beliau juga menjual  kandang ayam dari bambu dan ongkek bamboo (jemuran baju), tetapi beliau hanya membuat ongkek bamboo dan kandang ayam pada saat ada yang pesan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun