Perempuan dan diskriminasi merupakan dua kata yang sulit dipisahkan. Hampir setiap
perempuan, sadar ataupun tidak, tentu pernah merasakan diskriminasi setidaknya sekali
dalam seumur hidup. Perempuan, seringkali diremehkan hanya karena statusnya sebagai
seorang perempuan. Terlahir sebagai seorang perempuan seakan sebuah kutukan ketika dunia
yang kita tempati tercipta untuk laki-laki. Dalam dunia politik yang kental dengan budaya
patriarki dan penuh dengan pemain laki-laki, perempuan harus berusaha lebih keras untuk
mendapatkan tempat di dunia politik. Perempuan harus berkontribusi lebih banyak,
mencurahkan tenaga yang lebih keras, meneriakkan suara dengan lebih lantang, untuk bisa
membuat dirinya dianggap lebih dari sekedar boneka cantik yang pandai bicara. Bahkan,
ketika perempuan sudah berada di puncak suatu hierarki politik pun, perempuan masih
dipertanyakan kevalidan pemikirannya. Ketika mengemukakan pendapatnya yang berbasis
pengetahuan atau fakta lapangan, politisi perempuan lebih sering disambut senyum
meremehkan dibanding didengar dan didebatkan sesuai konteks yang ada. Politisi perempuan
seringkali dipertanyakan keadaan keluarganya daripada dipertanyakan visi misinya. "Ketika
anda mencalonkan diri sebagai pemimpin yang mengurus suatu daerah, apakah suami dan
anak-anak anda sudah terurus dengan baik?", pertanyaan-pertanyaan sejenis kerap kali
muncul ketika perempuan mencalonkan diri di kontestasi politik. Sedangkan pertanyaan
serupa jarang sekali dilemparkan kepada politisi laki-laki. Tidak akan ada yang
mempertanyakan seberapa peran dan kontribusi seorang politisi laki-laki dalam rumah
tangganya, pun tidak ada yang mempertanyakan nasib seorang anak ketika ayahnya sibuk
bekerja sebagai kepala daerah sebagaimana hal tersebut dipertanyakan kepada seorang
politisi perempuan. Namun, terlepas dari segala tantangan, perempuan tidak boleh berhenti
berpolitik. Semua perempuan sudah seharusnya sadar, tahu dan aktif berpolitik. Sebab,
dengan politiklah kita bisa membukakan jalan untuk dunia yang lebih setara, untuk dunia
yang lebih bersahabat bagi kaum marjinal. Dengan terus aktif dan bersuara dalam isu-isu
politiklah perempuan bisa membela haknya. Oleh karena itu, sebagai perempuan alangkah
baiknya jika kita berhenti menutup mata dan mulai peduli demi dunia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H