Mohon tunggu...
naila mahdiya mussofa
naila mahdiya mussofa Mohon Tunggu... Mahasiswi UIN sunan Ampel Surabaya

Menggambar, membaca, healing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjaga Keharmonisan: Toleransi Beragama dalam Kehidupan Keagamaan Kerajaan Majapahit

1 Desember 2024   12:49 Diperbarui: 1 Desember 2024   12:57 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pengertian toleransi

Toleransi berasal dari bahasa latin tolerantia, berarti kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Secara umum istilah toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, suka rela dan kelembutan. Unesco mengartikan toleransi sebagai sikap saling menghormati, saling menerima, saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi dan karakter manusia. Toleransi harus didukung oleh cakrawala pengetahuan yang luas, bersikap terbuka, dialog, kebebasan berpikir dan beragama. Pendek kata toleransi setara dengan sikap positif, dan menghargai orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasi sebagai manusia. Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk meyakini dan memeluk agama (mempunyai akidah) yang dipilihnya masing-masing serta memberikan penghormatan atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininya.

Toleransi beragama merupakan realisasi dari ekspresi pengalaman keagamaan dalam bentuk komunitas. Ekspresi pengalaman keagamaan dalam bentuk kelompok ini, menurut Joachim Wach, merupakan tanggapan manusia beragama terhadap realitas mutlak yang diwujudkan dalam bentuk jalinan sosial antar umat seagama ataupun berbeda agama, guna membuktikan bahwa bagi mereka rea litas mutlak merupakan elan vital kebera gamaan manusia dalam pergaulan sosial, dan ini terdapat dalam setiap agama, baik yang masih hidup bahkan yang sudah punah.

Menurut Fritjhof Schuon,5 agama secara eksoteris 6 terlahir di dunia ini berbeda-beda. Akan tetapi terlepas dari perbedaan yang muncul dalam agama-agama, secara esoterik 7 agama-agama yang ada di dunia memiliki prinsip yang sama, yaitu bersumber dan tertuju pada Supreme Being. Cara Schuon membedakan kedua aspek agama ini bisa diterapkan sebagai panduan bagaimana manu sia yang berbeda agama bertemu satu sama lain dalam memberikan peran mereka sebagai hamba TuhanYang Esa di dunia ini. Toleransi merupakan bentuk akomodasi dalam interaksi sosial.8 Manusia beragama secara sosial tidak bisa menafikan bahwa mereka harus bergaul bukan hanya dengan kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok berbeda agama. Umat beragama musti berupaya memunculkan toleransi untuk menjaga kestabilan sosial sehingga tidak terjadi benturan-benturan ideologi dan fisik di antara umat berbeda agama. 

B. Bagaimana keadaan keagamaan dikerajaan Majapahit

Kehidupan keagamaan di Kerajaan Majapahit sangat beragam dan toleran. Majapahit merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara yang didominasi oleh ajaran Hindu-Buddha, namun juga terdapat kepercayaan-kepercayaan lokal (animisme dan dinamisme) serta pengaruh agama lain seperti Islam pada masa-masa akhir kejayaannya. Beberapa aspek utama kehidupan keagamaan di Majapahit adalah: 

       1. Hindu dan Buddha: Hindu dan Buddha merupakan agama dominan di Majapahit, dengan penganut dari kedua agama ini hidup     berdampingan secara damai. Para raja Majapahit, seperti Hayam Wuruk, dikenal sebagai penganut Hindu, tetapi juga           mendukung toleransi dan hubungan harmonis antara Hindu dan Buddha. Apalagi dalam beberapa aspek, kedua agama ini memiliki banyak sinkretisme atau perpaduan ajaran.

C. Apa fungsi agama dalam pemerintahan pada masa kejayaan Majapahit

Beberapa fungsi agama dalam pemerintahan Majapahit adalah sebagai berikut:

 

1. Legitimasi Kekuasaan: Raja-raja Majapahit, seperti Hayam Wuruk, sering dianggap sebagai titisan dewa atau memiliki hubungan spiritual dengan dewa-dewa Hindu-Buddha. Kepercayaan ini memberikan legitimasi dan otoritas spiritual kepada para penguasa. Agama membantu meneguhkan kedudukan raja sebagai pemimpin yang sah dan dilindungi oleh kekuatan ilahi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun