Hidup didunia ini memang membutuhkan berbagai macam dan bentuk usaha serta perjuangan.Ada yang terlihat santai-santai saja dan berpangku tangan,ada juga yang begitu keras dan kokoh dalam berjuang demi hidup mereka.Tetapi pada dasarnya mereka semua pasti merasakan rentetan perjuangan yang panjang itu.
Kehidupan haruslah dijalani dengan sabar,ikhlas,dan semangat.Dan tiga hal tersebut tidak ada artinya tanpa kita berusaha dan berdo’a. Karena tak ada di dunia ini yang bisa didapatkan begitu saja tanpa adanya usaha,juga do’a.
Seperti sosok Ibu Pardi,seorang perempuan tua yang umurnya mencapai enam puluh tahun ini bercerita bahwa hidup ini tidak akan lengkap tanpa adanya rintangan.Dan dengan rintangan itulah kita,semua manusia akan bergerak untuk berjuang.
 Saat pertama kali saya melihat beliau,saya tergugah untuk menghampirinya karena dari sorot mata beliau terpancar suasana tentram,tenang,dan damai.Saya pun menghampiri beliau untuk sekedar tanya-tanya mengenai kisah hidup beliau.Beliau yang dengan aksen jawanya yang kental mulai menceritakan kata demi kata tentang hidup,usaha,dan juga do’a.
Beliau yang sekarang tinggal di desa Drawung kecamatan Brebah kabupaten Sleman ini setiap harinya berjuang untuk hidup sehari-hari dengan berjualan sandal,tas,dan berbagai macam souvenir.Kios kecilnya itu terletak di sebelah barat Alun Alun Utara keraton Yogyakarta.
Sebelum berjualan sandal,tas,dan souvenir,pada awalnya beliau menjual aneka makanan basah seperti arem-arem,pisang goreng,ketan dan sejenisnya.Beliau mulai berganti usaha dari berjualan makanan-makanan basah menjadi penjual sandal kira-kira 2 tahun yang lalu,karena beberapa faktor yang mengharuskannya untuk berganti usaha.
Hasil berjualan yang beliau lakukan dari pagi hingga menjelang sore ini biasanya beliau memperoleh sekitar seratus sampai dua ratus ribu perhari.Itupun sudah cukup baginya.Dan jika ada acara atau event-event tertentu di alun-alun maupun keraton itu menjadi berkah tersendiri baginya.Karena penghasilan sehari-harinya bisa meningkat sampai tiga ratus atau tiga ratus limah puluh ribu rupiah.
Beliau tidak terlalu pusing memikirkan banyaknya penjual lain yang berebutan menawarkan produk yang sejenis dengan barang jualan beliau,karena menurut beliau setiap nyawa itu sudah ada jatahnya sendiri-sendiri.Dan beliau juga mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk berjualan apa saja.Tidak ada larangan dan tidak ada aturan.
Menjadi seorang penjual di pinggir jalan memanglah membutuhkan usaha dan kesabaran,berbeda dengan berjualan di toko-toko yang terhindar dari panas dan hujan.Tetapi,meskipun begitu,beliau selalu berusaha untuk tetap sabar apabila keadaan tiap harinya kurang mengenakkan.
Beliau merupakan penjual yang ramah,hal itu dikatakan oleh tetangga kios sebelahnya.Beliau tidak pernah marah ketika menghadapi pembeli yang kurang mengenakkan.Dan mengenai keluarganya,beliau bekerja karena tidak mau memberatkan anak-anaknya yang sudah berkeluarga semua.
Dari sedikit kisah sosok diatas,dapat kita pahami bahwasanya hidup,yang dari sudut pandang biasanya,syarat dengan kesulitan,kesempitan,serta berbagai macam kesibukan yang menguras tenaga,pikiran,dan lain-lain,sebenarnya adalah persepsi kita sendiri.Kita sebenarnya mampu untuk menciptakan suasana yang baik,keadaan yang baik dalam hidup kita sehari-hari apabila kita mau mencoba untuk mengubah cara pandang kita terhadap sistem kehidupan itu.