Mohon tunggu...
Naila Izzati
Naila Izzati Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Universitas Pamulang Akuntansi S-1

“Hiduplah seolah engkau mati besok. Belajarlah seolah engkau hidup selamanya” - Mahatma Gandhi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Fenomena Mixing Language di Kalangan Remaja

10 Desember 2022   00:31 Diperbarui: 10 Desember 2022   00:48 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Apa itu Mixing Language?

Mixing Language atau Code Mixing adalah pencampuran satu bahasa dalam bahasa lain oleh pembicara dalam komunikasi. Gumperz (1977: 82) menyatakan bahwa pencampuran kode adalah bagian dari satu bahasa oleh seorang pembicara sementara pada dasarnya menggunakan bahasa lain.

Fenomena pencampuran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris nyatanya menjadi tren dan banyak digunakan dan diperbincangkan dalam lingkup sosial media seperti twitter atau instagram. Bahkan penggunaan bahasa Jaksel ini juga menjadi lelucon di kalangan pengguna sosial media. 

Fenomena bahasa gaul ini biasa dikenal sebagai 'Bahasa Jaksel', sebutan tersebut berawal dari maraknya penggunaan campur dan alih kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang sering dipakai oleh remaja dari daerah sekitar Jakarta Selatan seperti Blok M, Melawai, Bulungan, dan Panglima Polim. Walaupun bahasa gaul ini identik dengan muda-mudi gaul Jakarta Selatan, nyatanya penggunaan bahasa Jaksel telah menyebar keseluruh Indonesia dan dinobatkan sebagai bahasa gaul masa kini.

Kenyataannya fenomena code-mixing bahasa ini tidak bisa dihindari karena pada dasarnya terjadi interaksi antar setiap bahasa. Terlebih lagi penggunaan bahasa Inggris, yang mana merupakan bahasa internasional yang sifatnya universal dan mudah dipahami. Fenomena code-mixing ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti wilayah Jakarta Selatan yang didominasi oleh usia produktif dan cenderung sadar akan teknologi dan internet.

Penggunaan bahasa gaul Jaksel ini sebenarnya memberikan sisi positif dan juga negatif. Contoh pengaruh positif dari perkembangan fenomena bahasa Jaksel ialah adanya peningkatan kepercayaan diri seorang individu dalam melakukan percakapan menggunakan bahasa asing. 

Namun di balik ketenaran fenomena penggunaan bahasa Jaksel, tidak sedikit pula masyarakat yang berpendapat dan menilai penggunaan bahasa gaul ini berlebihan dan dapat menggeser penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di balik sisi positif melatih keberanian, pencampuran bahasa ala bahasa anak Jaksel ini sedikit banyak bisa menimbulkan sisi negatif, khususnya jika dipandang dari sisi orang asing di Indonesia.

Sisi buruknya, pencampuran bahasa ini secara tak langsung akan membuat orang asing di Indonesia jadi malas belajar bahasa indonesia.

"Mereka beranggapan, ah orang Indonesia saja mix bicara pakai bahasa inggris, jadi enggak masalah kalau saya pakai bahasa campur juga. Ya ada positif negatifnya."

Dalam menyikapi fenomena campur dan alih kode bahasa ini, kita diharuskan tetap memiliki pengetahuan bahasa yang baik dan terstruktur, baik dalam bentuk formal maupun informal. Selain itu, kita juga harus memperhatikan siapa lawan bicara dan menggunakan bahasa yang sesuai untuk digunakan dengan lawan bicara kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun