belajar. Setiap pagi ia berjalan kaki melewati jalanan desa yang berbatuan menuju ke sekolah yang terletak cukup jauh dari rumahnya. Walaupun sudah pasti ia merasa lelah, namun Haki sama sekali tidak pernah mengeluh. Ia selalu bersemangat berangkat sekolah. Sekolah tempat Haki belajar termasuk sekolah sederhana yang hanya terdiri dari beberapa kelas saja, namun menurut Haki sekolah tersebut merupakan gerbang ia untuk menuju masa depan yang cerah.
Di sebuah desa, tinggal seorang anak bernama Haki. Haki merupakan seorang anak yang rajin, suka membantu orang tua, pandai dan giat dalamHaki berasal dari sebuah keluarga yang sederhana, ayah Haki merupakan seorang petani sedangkan ibunya adalah seorang penjahit. Meskipun begitu kedua orang tua Haki sadar akan pentingnya pendidikan demi masa depan putranya. Haki selalu mengingat petuah sang ibu yang kerap kali disampaikan yaitu "kamu harus selalu bersemangat dan berjuang dalam menimba ilmu, karena ilmu atau pendidikan adalah harta yang tidak akan pernah bisa habis.". Setiap Haki ingin menyerah dan berputus asa Haki selalu teringat nasihat ibunya tersebut.
Suatu hari ketika Haki baru saja pulang dari sekolah, ia mendapati ibunya yang sedang sibuk bekerja menjahit pesanan para pelanggan. "Ibu, apakah ayah belum pulang?" tanya Haki pada ibunya, "Iya nak, ayah masih di sawah" jawab ibunya, "Aku akan menyusul ayah ke sawah ya bu" kata Haki, "baiklah nak, kalau kamu mau menyusul ayahmu sekalian ini ibu titip makan siang untuknya ya" timpa ibunya, "baik bu, Haki berangkat" pamit Haki dan ia pun langsung bergegas menuju sawah.
Pada malam harinya, ketika Haki dan orang tuanya sedang makan malam bersama, tiba-tiba Haki bergumam "emmm" seperti sedang ada yang ingin ia sampaikan namun berat untuk dikatakan. "ada apa nak, apa yang ingin kamu katakan?" tanya ibunya yang selalu mengerti anaknya, "itu Bu, tadi di sekolah diberikan pengumuman bahwa sebentar lagi akan dilaksanakan ujian semester. Dan syarat agar bisa mengikuti ujian harus lunas biaya SPP sampai bulan ini" jelas Haki, "iya nak, ayah dan ibu akan mengusahakannya ya" ucap ayahnya.
Keesokan harinya, Haki berangkat ke sekolah bersama dengan teman-temannya. Namun, hari itu Haki berangkat tidak dengan semangat seperti biasanya ia berjalan dengan menunduk dan wajah yang sedih gelisah ia sedang memikirkan bagaimana caranya agar dia dapat mengikuti ujian semester. "teettt teettt teetttt..." bel berbunyi sebanyak tiga kali, tanda bahwa waktu pulang sudah tiba. Sebelum Bu guru menutup kelas dengan salam. Ia menyampaikan pesan dari bendahara sekolah ke murid-murid di kelas, "apa ada yang ingin melunasi SPP sebagai syarat untuk ujian?" tanya Bu guru, "saya Bu" "saya" "saya juga Bu" riuh para siswa dengan mengangkat tangan mereka. Sedangkan, Haki hanya dapat duduk dan menunduk di bangkunya. "Haki, bagaimana dengan kamu nak. Kamu telah menunggak selama 5 bulan berturut-turut" kata Bu guru, "maaf Bu, tapi sepertinya orang tua saya masih belum sanggup untuk melunasi semuanya" ucap Haki, "baiklah nak, tidak masalah ibu dan sekolah berikan kelonggaran waktu selama 1 bulan ya untuk dapat melunasinya atau paling tidak membayar beberapa bulan semampunya terlebih dahulu." Bu guru menenangkan Haki.
Sesampainya di rumah, dengan berat hati dan tidak tega Haki menyampaikan pesan Bu guru. "Baik nak, kami pasti akan mengusahakannya ya. Kamu tenang saja, yang terpenting kamu harus tetap semangat dan fokus untuk belajar apalagi sebentar lagi kamu akan melaksanakan ujian semester" Ibu Haki menenangkan putranya.
Ibu dan ayah berbincang di dalam kamar, membicarakan bagaimana cara menyelesaikan tanggungan SPP Haki. "Yah, ini uang tabungan kita, kita gunakan untuk membayar tanggungan SPP Haki ya. Tapi tabungan ini hanya cukup untuk membayar selama 2 bulan saja" ucap ibu pada ayah Haki. "Kalau bisa kita harus melunasi semua tanggungannya ya Bu, agar Haki tidak berkecil hati" kata ayahnya, "ibu juga maunya seperti itu yah, tapi kita harus bagaimana. Penghasilan kita tidak tetap setiap bulan pasti ada, saya menjahit hanya jika sedang ada pesanan orang saja yang tentu tidak setiap bulan mereka bergonta-ganti pakaian. Dan ayah pun harus menunggu hasil panen terlebih dahulu" keluh ibu, "iya Bu, ayah juga tau tapi ibu harus tenang ya insyaAllah apabila niat kita baik yaitu untuk pendidikan anak kita pasti kita akan mendapatkan jalan keluarnya, besok ayah akan cari solusinya, entah apa harus pinjam atau bagaimana" kata ayah sambil menenangkan ibu.
Besoknya, di sekolah Haki bertemu dengan Bu guru di depan kelas sebelum pelajaran dimulai. "Haki ibu ingin menyampaikan bahwa bulan depan sebelum ujian semester dimulai sekolah kita akan mengikuti olimpiade  Nasional dan kami memilih kamu sebagai perwakilan sekolah dalam olimpiade bidang matematika. Ibu harap kamu bisa memanfaatkan kesempatan ini ya nak" jelas Bu guru, "baik Bu, saya akan memberikan yang terbaik yang saya bisa" tekad Haki. Sebelumnya Haki sudah pernah mengikuti olimpiade Nasional tersebut namun sayangnya ia gagal ditengah jalan, jadi ia tau betul reward yang akan ia dapat apabila ia dapat memenangkan olimpiade tersebut. Karena itu, ia tidak ingin mensia-siakan kesempatan emas yang ada di depan matanya. Dengan tekad yang kuat ia berjuang belajar baik di rumah dan di sekolah ia dengan semangat mengikuti materi tambahan yang diberikan.
Olimpiade telah usai dan Haki menerima hasil yang sangat baik, ia memenangkan olimpiade matematika tingkat nasional tersebut. Ia mendapatkan reward berupa sejumlah uang, sampai akhirnya ia bisa melunasi sisa 3 bulan SPP yang belum dibayarkan. "Alhamdulillah nak, karena usaha dan tekad kamu yang tidak pernah padam kamu mendapatkan hasil yang sangat memuaskan. Selamat ya nak" ucap ibu dengan rasa bangga. Â "Terimakasih banyak ibu, ini semua berkat do'a ibu dan ayah yang selalu mengiringi aku. Serta berkat ibu dan ayah yang selalu memberikan aku nasihat dan contoh langsung untuk terus selalu berusaha dan berjuang demi apa yang kita inginkan." Selain mendapatkan sejumlah uang Haki juga mendapatkan reward khusus dari sekolah ia dibebaskan SPP selama 1 semester karena telah membawa dan mengharumkan nama sekolahnya.
(cerita di atas merupakan karya M. Rizki M dan A. Baehaki A dikutip dari buletin sekolah "Al-Misbah" yang diterbitkan oleh SD Islam Nurul Jadid Singosari)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H