Mohon tunggu...
Naila Fahrunisa Lubis
Naila Fahrunisa Lubis Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa/Universitas Airlangga

Nursing Student at Airlangga University

Selanjutnya

Tutup

Film

Hubungan Makna Hidup dengan Keluarga pada Film 1 Litre of Tears

11 Juni 2024   21:20 Diperbarui: 11 Juni 2024   22:25 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Di Indonesia, sekitar tahun 1970-an terjadi fenomena anime yang semakin meluas dan menjadikan sebuah kekuatan dalam mempengeruhi hiburan dan budaya.

Seiring berjalannya waktu, Japanese Film Festival (JFF) yang merupakan  festival dimana menghadirkan animasi hingga film Jepang kepada masyarakat dunia khususnya di kawasan Asia Pasifik digelar pertama kali di Indonesia pada 2016. Direktur Informasi dan Kebudayaan Kedutaan Besar Jepang Takahiro Wakabayashi membeberkan pandangannya mengenai situasi yang dihadapi industri film Jepang dan Indonesia.

Sebagai hiburan, film menyediakan cerita daan karakter yang mampu membekas di hati penonton. Tak berbeda jauh dari sebuah film, drama pun memiliki makna yang sama. Perbedaanya hanya pada durasi waktu dan memiliki episode yang berbeda tiap waktunya. Dalam kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai drama "1 Litre of Tears" yang disutradarai oleh Masanori Murakami. Drama ini cukup popular dikalangan masyarakat pada masanya karena cerita dalam drama ini diadopsi berdasarkan kisah nyata yang mengharukan.

Cerita dimulai Ketika Aya Ikeuchi (Erika Sawariji) mengikuti tes masuk SMA Hagashi sebagai SMA favorit. Aya mengalami beberapa kendala saat hendak berangkat sekolah. Hari berikutnya Aya dinyatakan lolos.

Aya hidup Bersama ayah, ibu, dua adik perempuan, dan satu adik laki-laki. Ayahnya memiliki sebuah toko tahu dan ibunya bekerja di bidang perawatan kesehatan. Keanehan mulai terlihat saat Aya sering terjatuh dan kesulitan memakai sumpit. Suatu hari, ibunya memeriksakan Aya ke dokter. Dokter mendiagnosis Aya mengidap Spinocerebellar Degeneration yang menyebabkan saraf motoriknya terganggu. Penyakit yang membuat otak kecil Aya menyusut.

Ibunya mendatangi beberapa dokter untuk menanyakan perihal diagnosa anaknya. Penggambaran sosok ibu, mewakili perasaan masyarakat terhadap kasih sayang ibu. Ibunya mulai memberitahukan penyakit Aya kepada suaminya. Ayahnya mengatakan akan berusaha berapapun biayanya asalkan anaknya dapat disembuhkan. Berdasarkan faktanya, kisah dalam drama ini diangkat dari buku harian yang Aya tulis setiap harinya untuk melihat sesuatu yang mungkin akan terjadi seperti perkiraan Aya. Tidak lama setelah itu, ia dinyatakan meninggal dunia pada usia 25 tahun. Banyak pesan yang hendak disampaikan dari drama ini, tidak mudah menyerah, mencoba menerima keadaan yang ada. Meskipun terbatas pada tempat tidur, namun dukungan dari keluarganya tetap ada sampai ia dinyatakan meninggal dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun