Mohon tunggu...
Naila Annafiah
Naila Annafiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Gaya Hidup Konsumerisme Penggemar K-Pop di Kalangan Remaja

8 Desember 2024   22:02 Diperbarui: 8 Desember 2024   22:20 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Seiring dengan berkembangnya teknologi dan pengaruh globalisasi, batas-batas antar negara kian terbuka, pengaruh budaya asing dapat dengan mudah diterima dalah kehidupan sehari-hari. Salah satu pengaruh budaya asing yang sedang terjadi adalah fenomena K-Pop. Saat ini K-Pop banyak sekali di minati oleh masyarakat di seluruh penjuru dunia termasuk masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan remaja. K-Pop menawarkan berbagai macam genre musik seperti pop, hip-hop, R&B yang diiringi dengan dance yang menarik mata membuat para idol K-Pop menjadi idola baru. Namun, di balik populeritasnya, terdapat sisi lain yang harus diperhatikan, seperti perilaku konsumtif yang marak terjadi di kalangan penggemar.

Jean Baudrillard mengatakan bahwa konsumerisme merupakan budaya konsumsi modern dapat menciptakan pergeseran dari mode of production menjadi mode of consumption, dari rasio menjadi hasrat konsumsi. Baudrillard (Martono, 2016) mengatakan bahwa kemampuan konsumsi masing-masing individu berbeda. Hal ini tergantung pada kemampuan finansial dan status yang dimiliki. Indiviu yang mampu dalam hal finansial akan melakukan konsumsi dalam jumlah yang lebih besar daripada individu yang memiliki finansial yang sedikit. Gaya hidup konsumerisme penggemar K-Pop di kalangan remaja merupakan suatu pola perilaku di mana remaja memiliki kecenderungan membeli berbagai produk terkait K-Pop secara berlebihan, seperti album, tiket konser, merchandise, hingga barang-barang fashion yang digunakan oleh sang idola. Namun, tidak semua penggemar K-Pop berperilaku konsumtif. Tingkat konsumsi masing masing penggemar berbeda-beda tergantung pada individu, kemampuan finansial, dan faktor lainnya.

Perilaku konsumtif ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti 1) Memiliki keinginan untuk merasa lebih dekat dengan sang idola, banyak penggemar yang rela menghabiskan uang untuk membeli merchandise sebagai cara untuk menunjukkan dukungan terhadap sang idola, tidak jarang idol yang menotis penggemar yang membeli merchandise dalam jumlah banyak yang membuat penggemar dan idol semakin terhubung, hal itu menjadi dorongan perilaku konsumtif bagi para penggemar. 2) FOMO (Fear of Missing Out), adalah perasaan takut ketinggalan akan momen, update, atau sebuah tren. Hal ini menjadi tekanan bagi para penggemar  yang takut akan ketinggalan tren terbaru atau merchandise edisi terbatas dengan melakukan pembelian secara impulsif. 3) Pengaruh media sosial, platform media sosial merupakan tempat dimana orang berlomba-lomba memperlihatkan gaya hidup konsumtif yang tidak terkecuali bagi para penggemar K-Pop. Hal, ini memicu keinginan ikut serta penggemar  K-Pop lainnya yang dapat mendorong seseorang untuk berperilaku konsumtif agar terlihat tidak kalah hedon dari yang lainnya. 4) Pengaruh teman sebaya, sering kali terjadi pada hubungan pertemanan, minat seseorang dapat dipengaruhi oleh teman sebaya termasuk dalam konteks minat dalam budaya K-pop, hal ini terjadi akibat individu memiliki keinginan untuk memiliki barang yang sama dengan teman sebaya.

Para penggemar cenderung melakukan perilaku konsumtif saat sang idola sedang merilis album baru. Beberapa dari mereka membeli album sebagai syarat untuk mengikuti acara fansign, di mana para penggemar dapat bertemu langsung dengan idola dari jarak dekat dan mendapatkan tanda tangan di album yang sudah dibeli tersebut. Acara ini bersifat eksklusif dan terbatas. Penyelenggara akan memilih pemenang fansign secara undi, berdasarkan pengalaman dari para penggemar, semakin banyak album yang dibeli semakin tinggi peluang untuk memenangkan fansign  Selain album, mereka juga rela mengeluarkan uang dalam jumlah banyak ketika menonton konser sang idola, bahkan mereka rela membeli tiket konser dari calo hingga puluhan juta sebab tiket dari website resmi sudah tidak tersedia. Pembelian merchandise-merchandise lain seperti photocard, produk engan edisi terbatas, dan produk bertanda tangan khusus dari sang idol juga menjadi dorongan bagi seseorang dalam berperilaku konsumtif.

Di era digital ini pembelian barang-barang K-Pop dapat dilakukan dengan mudah melalui platform digital atau e-commerce, terlebih platform digital saat ini menyediakan banyak sekali ruang iklan yang dapat mempengaruhi keinginan seseorang untuk membeli barang yang dilihat dalam iklan berdurasi singkat tersebut. Selain pada platform digital, saat ini sudah banyak toko offline yang memperjualkan barang-barang K-Pop, bahkan toko official dari agensi yang menaungi idol kpop banyak membuka cabang di Indonesia dikarenakan banyaknya permintaan dari para penggemar. Tempat-tempat konser saat ini juga banyak yang menyediakan booth stand untuk menjual merchandise yang menarik perhatian para penggemar di kala menunggu waktu konser dimulai.  

Gaya hidup konsumerisme penggemar K-pop khusunya di kalangan remaja mempengaruhi beberapa aspek kehidupan. K-Pop telah memperkaya budaya popular dan memberikan ruang bagi para penggemar untuk mengekspresikan dirinya. Namun, selain itu konsumerisme yang berolebihan dapat menimbulkan berbagai macam dampak seperti dampak ekonomi, sosial, dan juga budaya Dampak ekonomi yang terlihat dalam perilaku konsumtif yang dilakukan oleh penggemar K-Pop tentunya menciptakan terjadinya kapitalisme. Para penggemar yang melakukan gaya hidup konsumerisme berakhir dengan pemborosan akibat biaya yang dikeluarkan dalam pembelian produk-produk K-Pop tergolong tinggi. Hal ini menjadi beban keuangan bagi para remaja dan keluarga. Meskipun para penggemar K-pop menyadari akan perilaku pemborosan tersebut mereka enggan untuk menghentikan gaya hidupnya dengan alasan hobi dan upaya mereka dalam mendukung sang idola. Dampak budaya yang terjadi akibat fenomena masuknya budaya K-Pop ke Indonesia tidak hanya mempengaruhi industri musik Indonesia, melainkan juga mempengaruhi makanan khas Indonesia yang perlahan mulai tergeserkan oleh makanan khas Korea. Hal ini juga mempengaruhi gaya hidup seperti cara berpakaian, cara menggunakan make up yang mulai diikuti oleh kalangan remaja yang dengan mudah terpengaruh akan segala hal yang sedang tren. Dampak sosial terhadap para penggemar K-Pop khususnya di kalangan remaja mulai mengubah pola konsumsi yang cenderung lebih memilih produk-produk korea daripada produk lokal. Perubahan prioritas seperti lebih memilih merchandise K-pop dibandingkan kebutuhan primer lainnya dapat berdampak negatif bagi kesehatan mental, seperti memiliki rasa bersalah, perasaan cemas, depresi, juga kecemburuan sosial.

Gaya hidup konsumerisme dapat diminimalisir dengan menerapkan beberapa tahapan tahapan seperti menetapkan skala prioritas, dengan lebih mempertimbangkan mana yang lebih penting untuk dibeli, mau bagaimana pun kebutuhan seperti kebutuhan primer harus lebih di prioritaskan sebelum memenuhi keinginan. Selain itu, membuat anggaran yang jelas dengan mencatat pemasukan dan pengeluaran setiap melakukan pembelian barang dan menyisihkan uang untuk di tabung agar keuangan dapat lebih terkontrol dan tertata. Sebagai individu kita harus lebih mengutamakan kebutuhan pribadi jangan mudah terlena dengan mengikuti keinginan diri sendiri maupun orang lain. Dengan memahami kebutuhan diri sendiri, kita dapat menghindari sikap konsumtif dan lebih menciptakan pengelolaan uang yang lebih baik. Dengan menerapkan langkah-langkah berikut diharapkan perilaku konsumtif pada penggemar K-Pop dapat berkurang dan digantikan dengan perilaku yang lebih positif.

Daftar Pustaka

Apriliani, I., Muharsih, L., & Rohayati, N. (2021, Juli). Fanatisme dan Perilaku Konsumtif pada         Komunitas Penggemar K-Pop di Karawang. 1. https://journal.ubpkarawang.ac.id/mahasiswa/index.php/Empowerment/article/view/615

M, M. N. (2022, April 20). Budaya Konsumerisme Masyarakat Urban di Era Globalisasi. https://doi.org/10.31219/osf.io/y4ktu

Martono, N. (2016). Sosiologi perubahan sosial. Depok, Indonesia: PT. Reja Grafindo Persada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun