Mohon tunggu...
Nahlu Hasbi Heriyanto
Nahlu Hasbi Heriyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris

Ambil baiknya, Buang buruknya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Mata Kuliah Agama di Perguruan Tinggi

8 Juni 2023   18:15 Diperbarui: 8 Juni 2023   18:31 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, muncul isu seputar pendidikan agama di Indonesia akan dihapuskan. Seperti biasa, media sosial sedang gempar. Karena banyak masyarakat Indonesia yang tergolong antusias dalam menjalankan agamanya, tidak heran jika banyak pihak yang menentangnya. Namun, belakangan diketahui bahwa isu ini hanyalah hoax. Penulis sebagai mahasiswa yang pernah merasakan langsung bagaimana pendidikan itu, memiliki pendapat lain bahwa mata kuliah agama bisa saja dihapuskan di tingkat universitas karena kurikulum dari pemerintah tidak bisa mencakup semua ekspresi keagamaan, dan materi pembelajarannya tentu tidak netral bisa saja sudah bercampur dengan pemahaman dosen.

Sepertinya mata kuliah agama bisa saja dihapuskan di tingkat universitas. Kurikulum dari pemerintah tentunya tidak bisa mencakup semua ekspresi keagamaan. Pembakuan muatan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan aliran agama tertentu akan menjadi tidak sesuai ketika peserta didik menganut aliran yang berbeda. Apalagi standardisasi yang biasanya hanya didasarkan pada institusi tertentu hanya akan menimbulkan perpecahan di kalangan mahasiswa. Selanjutnya, mahasiswa yang aliran keagamaannya tidak tercakup dalam kurikulum pemerintah akan merasa seperti termarginalkan. Menurut situs www.jppn.com, praktisi pendidikan Setyono Djuandi Darmono mengatakan bahwa pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah. Agama cukup diajarkan oleh orang tua masing-masing atau melalui ustadz di luar sekolah." Mengapa agama seringkali menjadi alat politik? Karena agama masuk dalam kurikulum pendidikan. Di sekolah, siswa dibedakan ketika menerima mata pelajaran agama. Akhirnya mereka merasa berbeda," kata Darmono usai meninjau bukunya yang ke-6 berjudul Membawa Peradaban. Bersama di Jakarta, Kamis (4/7).

Tentu pemahaman dosen bisa tercampur ke dalam bahan ajar sehingga tidak lagi netral. Artinya jika penceramahnya berasal dari sekte agama tertentu. Tentu saja, dia tidak bisa lagi berlaku adil terhadap siswa dan akan cenderung memihak pada mereka yang satu sekolah agama dengan gurunya. Artinya juga akan sangat berbahaya ketika guru secara diam-diam menanamkan ide-ide berbahaya seperti kebencian dan radikalisme saat mengajarkan agama kepada siswa. Menurut situs www.tempo.co, pada 16 Oktober 2018, mereka menerbitkan berita berjudul: "57 Persen Guru Berpendapat Intoleransi". Disebutkan bahwa hasil penelitian PPIM UIN Syarif Hidayatullah menunjukkan bahwa 57% guru memiliki pandangan intoleran terhadap pemeluk agama lain. Sedangkan 37.

Sebaliknya, jika mata pelajaran agama ditiadakan, maka siswa akan berakhlak buruk dan hidup tanpa arah. Namun, solusi untuk masalah ini adalah dengan mempelajari agama secara otodidak di luar universitas. Siswa dapat memilih guru spiritual atau lembaga yang sesuai dengan keyakinan mereka sendiri. Misalnya, mereka bisa belajar agama di lembaga nonformal seperti gereja, Halaqa (perkumpulan yang mempelajari Islam dan Alquran), dan Pasraman (lembaga pendidikan khusus yang berbasis agama Hindu-Buddha).

Bagi sebagian orang mungkin berpikir bahwa penghapusan mata kuliah agama di tingkat universitas adalah ide yang buruk. Ringkasnya, penulis memaparkan dua alasan utama mengapa mata kuliah agama tidak relevan untuk diajarkan di tingkat universitas. Pertama, kurikulum dari pemerintah tidak bisa mencakup semua ekspresi keagamaan. Kedua, materi pembelajaran tentu tidak netral karena bisa saja tercampur dengan pemahaman dosen. Akibatnya, mata kuliah agama di tingkat universitas perlu dipertimbangkan lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun