3. Penyebaran Informasi yang Tidak Terkontrol
Hiperrealitas juga hadir dalam bentuk berita palsu atau informasi yang menyesatkan. Generasi muda yang menjadi konsumen utama informasi di media sosial sering kali sulit membedakan antara berita asli dan palsu. Hal ini dapat menyebabkan penyebaran misinformasi yang membentuk persepsi atau pandangan yang salah terhadap isu-isu sosial dan politik.
Bagaimana Generasi Muda Dapat Melawan Krisis Hiperrealitas?
1. Mengembangkan Literasi Digital yang Kuat
Literasi digital menjadi kunci utama dalam menghadapi hiperrealitas. Memahami cara kerja algoritma media sosial, mengenali berita palsu, dan memiliki kemampuan berpikir kritis akan membantu generasi muda memfilter informasi yang mereka konsumsi.
Program literasi digital di sekolah atau kampus dapat meningkatkan kesadaran akan dampak negatif hiperrealitas, serta membantu mereka mengidentifikasi dan memverifikasi informasi secara akurat.
2. Membangun Kembali Nilai-nilai Kearifan Lokal dan Budaya
Salah satu esensi Sumpah Pemuda adalah kebersamaan dan keutuhan identitas sebagai bangsa. Generasi muda perlu menjaga dan menghidupkan kembali nilai-nilai budaya dan kearifan lokal agar tidak larut dalam dunia maya yang sering kali menawarkan identitas semu. Membangun rasa bangga terhadap budaya sendiri dapat membantu memperkuat identitas dan jati diri, serta menjadi filter alami dari dampak negatif budaya hiperrealitas.
3. Menemukan Makna dan Kebahagiaan di Luar Dunia Maya
Krisis hiperrealitas menuntut generasi muda untuk menemukan kebahagiaan yang lebih otentik dan berkelanjutan, yang tidak hanya bergantung pada validasi dunia maya. Hal ini bisa dilakukan dengan mengembangkan hobi, menjalani relasi sosial yang bermakna, atau melakukan kegiatan sosial di dunia nyata.
Menemukan makna hidup di luar layar membantu generasi muda untuk membangun fondasi emosional dan mental yang lebih kuat.
4. Menumbuhkan Sikap Skeptis yang Sehat terhadap Media Sosial