Setiap tahun, banyak orang membuat resolusi, menulis rencana jangka panjang, dan membuat to-do list dengan penuh semangat. Mereka memulai dengan ambisi besar dan keyakinan bahwa kali ini, mereka akan mencapai semua target tersebut.Â
Namun, seiring berjalannya waktu, antusiasme itu memudar, dan rencana-rencana ambisius itu hanya menjadi sekadar dokumen yang berdebu. Fenomena ini sering disebut sebagai "many planning but less action", di mana seseorang terjebak dalam lingkaran perencanaan tanpa eksekusi nyata. Mengapa ini terjadi, dan bagaimana kita bisa keluar dari jebakan ini?
Terjebak dalam Ilusi Produktivitas
Banyak orang merasa puas saat membuat rencana yang rinci dan terlihat canggih. Mereka membuat sketsa, mind map, dan menggunakan aplikasi manajemen proyek dengan tampilan yang menarik. Proses ini sering kali memberi mereka perasaan bahwa mereka sudah "melakukan sesuatu" untuk mencapai tujuan mereka. Ini adalah ilusi produktivitas.
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Psychological Science pada tahun 2019, orang sering kali merasa puas hanya dengan membuat rencana karena hal itu memberi sensasi pencapaian yang semu. Otak kita melepaskan dopamin saat kita menyusun rencana, yang membuat kita merasa senang dan bersemangat, meskipun kita belum benar-benar mengambil langkah konkret.
Ketakutan akan Kegagalan dan Zona Nyaman
Mengapa orang sering kali menunda tindakan nyata setelah merencanakan? Salah satu penyebabnya adalah ketakutan akan kegagalan. Saat masih berada dalam tahap perencanaan, segala sesuatunya masih terasa mungkin.Â
Tetapi, ketika tiba waktunya untuk bertindak, risiko kegagalan atau penolakan mulai terasa nyata. Banyak orang takut menghadapi kemungkinan ini, sehingga mereka terus berada dalam fase perencanaan yang aman, tanpa pernah benar-benar mengambil langkah maju.
Selain itu, zona nyaman juga berperan besar. Menyusun rencana di meja kerja atau dalam ruang yang nyaman tidak menimbulkan risiko fisik atau mental yang berarti. Namun, begitu kita harus keluar dari rutinitas harian atau menghadapi tantangan nyata, rasa takut dan ketidaknyamanan mulai muncul. Akhirnya, orang lebih memilih untuk tetap berada dalam rutinitas merencanakan daripada menghadapi tantangan nyata.
Overthinking dan Analisis Berlebihan
Ketika seseorang terlalu banyak merencanakan, mereka sering kali terjebak dalam perangkap overthinking dan analisis berlebihan (analysis paralysis). Mereka merasa harus memikirkan semua skenario dan mempersiapkan diri untuk setiap kemungkinan yang mungkin terjadi. Akibatnya, mereka menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menganalisis dan merencanakan, tetapi tidak pernah benar-benar melangkah.
Sebuah studi yang diterbitkan oleh Harvard Business Review pada 2020 menunjukkan bahwa individu yang terjebak dalam analysis paralysis sering kali memiliki kecenderungan untuk perfeksionisme. Mereka merasa bahwa mereka harus memiliki semua informasi dan persiapan yang sempurna sebelum bisa bertindak. Namun, pada kenyataannya, menunggu situasi yang sempurna sering kali berarti tidak pernah bergerak sama sekali.
Ketergantungan pada Motivasi Eksternal
Banyak orang bergantung pada motivasi eksternal, seperti seminar, buku motivasi, atau dukungan dari orang lain, untuk memulai tindakan. Mereka mungkin merasa termotivasi setelah mendengarkan seminar inspiratif atau membaca buku tentang kesuksesan. Namun, motivasi ini biasanya hanya berlangsung sementara dan cenderung memudar seiring berjalannya waktu.