Namun dalam praktiknya, banyak partai cenderung mengutamakan elektabilitas daripada kualitas kandidat. Akibatnya, partai-partai sering kali lebih memilih merapat ke calon yang lebih populer dan memiliki jaringan kuat di daerah, daripada mengusung kandidat baru.
Dukungan besar dari partai-partai besar terhadap satu calon sering kali menutup peluang bagi calon alternatif untuk muncul. Bahkan, calon independen pun sulit bersaing karena terbatasnya sumber daya dan dukungan.
Minimnya Keterlibatan Masyarakat
Selain masalah di ranah partai politik, kurangnya keterlibatan masyarakat juga memainkan peran penting dalam munculnya fenomena calon tunggal. Dalam banyak kasus, masyarakat daerah kurang aktif dalam mendorong perubahan atau mencari pemimpin alternatif.
Mereka mungkin merasa apatis karena sudah lama dihadapkan pada pilihan yang terbatas, atau mungkin merasa bahwa siapapun pemimpinnya, nasib daerah tidak akan banyak berubah.
Apatisme ini menciptakan ruang bagi calon tunggal untuk mendominasi tanpa banyak perlawanan. Dalam demokrasi yang sehat, peran masyarakat sangat vital, tidak hanya sebagai pemilih tetapi juga sebagai penggerak perubahan dan pengawas proses politik.
Apa yang Perlu Dibenahi?
Melihat situasi ini, jelas ada beberapa hal yang harus dibenahi agar demokrasi di tingkat lokal tidak terjebak dalam monopoli politik:
1. Reformasi Internal Partai Politik:
Partai politik harus memperbaiki mekanisme seleksi calon yang lebih transparan dan kompetitif. Jangan lagi ada calon yang diusung hanya karena popularitas atau kekuatan jaringan politik. Partai harus memberikan ruang bagi kader-kader potensial yang mampu membawa perubahan nyata.
2. Penguatan Peran Masyarakat: