Perasaan gelisah
Sesaat tidak menjadi raja
Hampir hilang warnanya ...
Semenjak di sini, kau, dan rona bibir yang tersimpan hangat menjadi sudut terindah sepanjang ingat. Cukup bisa meredam siang satu hari, cukup bisa memastikan manisnya hari-hari pagi.
Titip salamku pada malam yang akan tiba nanti; Aku minta maaf ... Aku hampir menggubris sang hujan yang menari. Aku hampir menulis stigma jahat untuk bernyanyi, dan aku hampir berteriak kepada langit; hanya demi menyaingi parade guntur yang tertawa.
"Istirahatlah kau yang kecil".
Begitu katanya ..! Kata frasa gelapnya malam. Tapi paradoks sekali, nyata mataku membaca terang itu malam. Gelap sebagian hanya sedikit sisa yang terbaca remang; memang ... (terucap dengan tidak lantang .... [nada kepasrahan]).
Dan bintang-bintang ... Nyatanya masih tersekat atap rumah. Namun entah bagaimana, sedikit cahayanya bisa terselip di ke dua bola matamu, hingga tidak tembus memandang bisa derajat lusa menghapusnya.
Rumus untuk menjurus narasi aku dan kau belum sirna. Masih ada ... Masih banyak, meski harus terus bergesekan dengan beranda sejarah.
Tanah yang basah, yang hanya terdiam, tidak ia akan menulis seberapa terang kita berbaring di dalam perutnya, ia hanya menoleh ibadah untuk sebuah desain tempat tidur, tanpa berfikir hal yang lain untuk dipantaskan
Berjalan denganmu tidak dengan persandiwaraan adalah projek keselamatan.Â
creator; nahar