Hujan
Tetesan rahmat itu turun
Tanpa berdenting, hanya menepi di hati yang lembut
Mengetuk bahasa lembut di bilik perasaan
Membuka hati untuk melihat nikmat yang khusyuk kembali datang
Merayu-rayu hati dalam hayati, dari termasing mata yang tunduk; keikhlasan merima tamu yang datang: musibah, bencana, masa sulit dan susah
Kita mungkin ingat saat acuh membiarkan orang meniti kejanggalannya, padahal kita mampu menghentikannya
Kita selalu mampu memprediksi ke depan, halnya saat melihat dua pemotor lawan arah dengan kecepatan maksimum di runcing tikungan
Iya, kita pandai memperhitungkan meski tidak kepada semua persoalan
Lantas, di manakah kelalaian hingga musibah kembali datang?
Bolehkah kita melukiskan hujat kepada hujan karena sebabnya turun?
Dan bagaimana dengan kita yang sering menangis merindukan hujan, namun lupa terhadap wadah yang kotor?
Seberapa cepat berkata "Tuhanku Tolonglah aku ..! ", dari banjir yang sebentar Â
Lupakah kita kepada nikmat yang begitu banyak dan lama sebelumnya?
Lantas, sepantas apa kita berasumsi banjir inilah takdir Tuhan
Jika memang iya
Jika memang Tuhan sebabnya
Adakah ucapan yang lebih indah terhadap bencana dan musibah?
Created by : Nahar
Tanggerang, 21 Februari 2021 Â
Terinspirasi dari Al-Isra'[17]: 16