Jika kubermimpi-mimpi tinggi, mungkin khayalan adalah sebab pengindahnya
Berdoa waktu bisa kembali, hanyalah perandaian upaya jalan berkelok bisa diluruskan
Namun hanya akan lebih banyak iblis tertawa di sana, bahkan seistana
Bersorak bibirnya semakin manis: semakin mudah ia menjabat gelarnya yang kotor, melukiskan pestanya yang bising, meringkas ringisnya yang sinis; mekarlah senyumnya yang berduri dengan mimik abstrak di warna warni paling psikis
Sekian banyak dawat kutarik
Namun selama ini aku belumlah mengerti
Tak paham-paham batasan pengimajian Â
Daya goda yang hanya selalu menarik hati, tersisihkan rasanya bilamana terus larut dengan diksi-diksi yang berjanji
Tapi siapa sangka rasa dapat terdengar
Sekalipun kaki berpijak di tengah bising halilintar
Atau jeritan seruling yang melintingkan membran
Halusinasi tetaplah tertinggal kan kenyataan, atau bisa jadi justru malah sebaliknya
Jika kulafalkan angan dengan tergesa; dengan tak pergi untuk menjemputnya Â
Seolah waktu yang merasa sakit hati, karna kesempatan merasa terkhianati
Semakin sehat iblis berbincang, bisiknya hangat melewati lubang telinga, bergetar desisnya sampai ke hati
Meski nadanya indah, sungguh benar-benar melilit senandung hati
Created By: Nahar
Tanggerang, 14 Februari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H