Kukatakan hai, pada masalahku
Di getar rasa paling bisa berbisah
Kerap terbendung sebal nodai qalbu
Menggumpal kesal terikat di rasa paling kental Â
Membuka kicauan hati yang terlepas bebas
Sepedas lidah melandas lupa pada tempatnya
Apa yang telah kusemai benih ...
Adalah yang kelak kupanen buahnya nanti, kata pepatah ....
Kepada larik yang terlahir dari setiap untai
Makna telah menjadikannya manzilah; sebuah doa
Kelak menanti sepeninggal raga dan jiwanya; kehidupan selanjutnya
Percakapan kudengar tikai di pentas sandiwara
Adalah cabang potensi berujung irama tikam
Sahaja celoteh peraduan tulus membuang tenaga
Sangat menjadi umum contoh paling tersia-sia sedunia
Perhiasan adalah pelampiasan yang terindah
Terjunlah kepada kekejaman yang tiada lagi kenal arah
Padanya studi para sekolah kekat sampah
Lena di sana hanyalah menambah masalah
Bukan tempat singgahnya rasa meski tengah marah
Andai acuan kau luap di ruang tinju Asian Games
Sungguh tunas berguna mengharumkan bangsa
Kelak tersimpul di sepasang mata yag meski akan terpejam
Menoreh harga semanis senyuman Bunda Pertiwi
Manis pesan sumringai terbingkaikan
Indah kusampul syair di langit malam
Dalam selimut menanti pejam kutuliskan
Terkait pepatah buanglah kesal pada tempatnya
Tangerang, 14 Desember
_____________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H