Sama halnya dengan Kota Bitung di Sulawesi Utara yang memiliki Tugu Jepang yang dibangun pada tahun 1987, di Kota Kupang di Nusa Tenggara Timur, juga memiliki satu cagar budaya, yang dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Tugu Jepang Penfui, yang merupakan monumen bersejarah, dan saksi sejarah di zaman kependudukan Jepang.Â
Bagi Anda pecinta wisata sejarah dan budaya, sangat tepat bila Anda tertarik untuk mengunjungi situs wisata sejarah ini. Berada di Jln. Antonov (tepatnya di belakang Asrama TNI AU atau jalan masuk di depan Gereja Katolik Penfui), RT. 17/RW. 18, Kel. Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, situs ini merupakan peninggalan Bangsa Jepang pada perang dunia kedua melawan Sekutu.Â
Situs ini dibangun 81 Tahun yang lalu, tepatnya Bulan April 1943. Menurut penuturan sejarah, sebelum dibangun situs Tugu Jepang ini, areal tersebut merupakan tempat pembakaran mayat tentara Jepang yang gugur di medan perang melawan tentara Sekutu.
Situs tugu Jepang berbentuk persegi empat berundak-undak dengan 17 anak tangga. Undakan pertama paling bawah terdapat lima tangga, undakan kedua enam tangga dan undakan ketiga juga enam tangga.
Tugu bagian depan yang menghadap Selatan menampilkan dua marmer yang bertuliskan nama-nama tentara jepang yang jenazahnya dibakar di lokasi tersebut. Namun disayangkan, marmer itu hilang dicuri orang.Â
Ada cerita unik dari masyarakat setempat ketika disambangi oleh Wisatawan Asing, khususnya Wisatawan dari Jepang. Sama seperti Tugu Jepang di Bitung, Setiap Wisatawan Jepang khususnya yang datang/berkunjung ke Tugu Jepang, akan melakukan penghormatan yang sangat serius (karna mereka menghormati dan menghargai tentara Jepang yang telah gugur).
Kunjungan terakhir yang cukup banyak peserta adalah pada tahun 1983, rombongan veteran tentara Jepang berkunjung dan melakukan ritual penyembahan dan penghormatan dengan membakar kemenyan, dan menyusunnya mengelilingi situs.Â
Namun sayang, mungkin kunjungan tahun 1983 adalah kunjungan terbanyak, dan setelah itu, perlahan tapi pasti, kunjungan menurun, dan bahkan, hingga akhir tahun 2023, dapat dibilang, tidak ada lagi wisatawan yang akan berkunjung ke situs cagar budaya ini.
Pada tahun 2017, melalui Generasi Pesona Indonesia (GENPI) Cabang NTT, dan Persatuan Pemandu Geowisata dan Interpreter Indonesia (PERPIGI) Cabang NTT, mencoba bersurat ke dinas terkait (dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Prov. NTT dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI), dengan maksud dan tujuan, agar Pemerintah Provinsi NTT dan Pihak Terkait lainnya, dapat membantu menganggarkan biaya untuk renovasi situs budaya ini.