Bagi Masyarakat di Kabupaten Sabu-Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), nama Namata bukanlah sebuah hal baru. Namata merupakan nama salah satu Kampung Adat (yang juga adalah Kampung Megalitik) yang berada di wilayah Adat Habba atau tepatnya di Kecamatan Sabu Barat, Desa Raeloro. Selain sebagai nama Kampung Adat, Namata juga merupakan nama salah satu suku Besar yang ada di Kabupaten Sabu Raijua khususnya di wilayah Adat Habba yang dalam wilayah administrasi masuk pada Kecamatan Sabu Barat.Â
Kampung Adat Namata terbentuk dan didirikan oleh salah seorang tokoh terkenal Sabu-Raijua pada zaman dahulu yang bernama Robo Aba. Beliau memiliki 4 orang anak yang mana, dari ke empat anak inilah awal mula terbentuknya 4 (empat) Suku besar yang ada di Sabu Raijua khusunya di Kecamatan Sabu Barat. Anak pertamanya bernama Tunu Robo yang menurunkan Udu (suku) Namata; Anak Kedua bernama Pilih Robo yang menurunkan Udu (suku) Nahoro; Anak Ketiga bernama Hupu Robo yang menurunkan Udu (suku) Nahupo; Dan Anak Keempat bernama Dami Robo yang menurunkan Udu (suku) Nataga.
Robo Aba pada masa itu merupakan salah satu pemimpin besar di wilayah Adat Habba setelah adanya pembagian 5 wilayah Adat di Kabupaten Sabu Raijua pada zaman Way Waka. Sebelum tinggal dan berkediaman di Namata, Robo Aba awalnya tinggal di kampung yang bernama Hanga Rae Robo, yang sekarang terletak di Desa Robo Aba, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua. Pada suatu hari ia menyuruh anaknya Tunu Robo bersama beberapa pasukan lainnya untuk pergi berburu ke sebelah barat dari Kampung Hanga Rae Robo yang bernama Radja Mara Kanni Bahi (sekarang menjadi Namata).Â
Di daerah yang bernama Radja Mara Kanni Bahi inilah mereka menemukan begitu banyak babi hutan atau dalam bahasa Sabu disebut wawi Addu. Ketika sedang berburu di Radja Mara Kanni Bahi, Tunu Robo beserta pasukannya menemukan satu ekor babi hutan yang sedang tidur di bawah pohon duri, sehingga secara bersamaan mereka menembaki babi hutan tersebut dengan menggunakan tombak, namun sayangnya tembakan mereka tidak berhasil, karena tombak yang mereka gunakan patah pada saat mengenai hewan buruannya.Â
Akhirnya mereka kembali dengan tangan hampa, dan memberitahukan kepada Robo Aba, bahwa di tempat yang bernama Radja Mara kanni Bahi ini, merupakan tempat yang banyak wawi addu (babi hutannya).
Keesokan harinya Robo Aba memerintahkan anaknya Tunu Robo dengan beberapa pasukan untuk berburu kembali ke tempat yang sama dengan suatu pesan bahwa apabila mereka berhasil membunuh babi tersebut maka mereka harus membawa tanah dimana babi tersebut tidur yaitu tanah pada bagian kepala, tanah pada bagian perut dan bagian kaki belakang.Â
Singkat ceritra, Tunu Robo beserta pasukannya berhasil mendapatkan babi hutan/wawi Addu dan membawa tanah seperti yang di mintakan oleh Ayahnya, Robo Aba.Â
Tanah yang diserahkan oleh anaknya, diperhatikan betul tekstur tanah yang diambil tersebut oleh Robo Aba, dan akhirnya dia memutuskan (mentitahkan) tempat berburu yang bernama Radja Mara Kanni Bahi menjadi tempat berburunya babi hutan atau dalam bahasa Sabu disebut ERA PEMATA WAWI ADDU. Pada saat itulah tempat yang bernama Radja Mara Kani Bahi dirubah menjadi nama Namata.
Lokasi yang bernama Namata tersebut ketika dilihat oleh Robo Aba,ternyata tempat dan tekstur tanahnya sangat cocok di jadikan sebagai salah satu perkampungan, sehingga saat itulah ia memutuskan untuk berpindah tempat tinggal dari Hanga Rae Robo ke Namata.Â
Pada saat berpindah dari Hanga Rae Robo ke Namata maka kegiatan pembuatan Kampung Adat atau dalam bahasa Sabu disebut Haro Nada yaitu pergantian nama dari tadinya nama kampung tersebut Radja Mara menjadi Kampung Adat Namata dilakukan secara resmi melalui ritual adat.Â