Beberapa hari lagi, tanggal 30 Desember,kita akan memperingati hari kepergian Gus Dur, seorang pemimpin umat yang sangat dihormati dan dicintai, sekaligus banyak dikritisi. Selain hari kepergiannya, hari yang menyedihkan bagi kaum nahdliyin, adalah saat lengsernya Gus Dur dari kursi Kepresidenan pada hari Senin tanggal 23 Juli 2001. Dan pada saat itu, yang menyakitkan kaum nahdliyin dan para pendukung Gus Dur, adalah ketika Andi Malarangeng, saat itu pengamat politik, menyerukan agar aparat menyeret Gus Dur keluar dari Istana bila tidak mengindahkan keputusan Sidang Istimewa MPR dan tetap bertahan.
Sebelumnya, ketika warga Nahdliyin di Jawa Timur bergolak dan meminta MPR tidak menggelar Sidang Istimewa, bekas jubir Presiden Yudhoyono yang mantan Menpora itu, menyebut Gus Dur sebagai Presiden Jawa Timur.
Tidak seperti yang dibayangkan oleh Andi Malarangeng, Gus Dur memberi teladan sebagai seorang negarawan yang memahami hak-hak dan kewajibannya sebagai pimpinan negara, menjunjung tinggi Konstitusi dengan mentaati keputusan MPR yang memberhentikannya sebagai Presiden.
Menyampaikan salam perpisahan, Gus Dur melambaikan tangan dengan bercelana pendek di depan istana, sebagai ungkapan simbolik, beginilah dia memasuki dan keluar dari istana; bermodal kolor! tak mengambil apapun selain kolor.
Apakah lengsernya Andi Malarangeng karena kuwalat pada Gus Dur ? Hanya Tuhan lah yang tahu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H