Kritik yang sedikit sinis tentang spiritualitas ternyata dapat dihadirkan melalui sebuah cerita yang berawal dari keluguan, kelucuan dan “saga” yang memesona, seperti dalam film Ang Lee; “Life of Pi”, yang diangkat dari Novel Yann Martel, yang menggambarkan perjuangan untuk tetap hidup bersama binatang2 yang sedianya akan dijual ke Canada, setelah kapal yang ditumpangi tenggelam dan seluruh keluarganya tewas.
Ang Lee berhasil menyuguhkan tontonan yang amat sangat indah bagaimana Pi yang survive sendiri, berhasil berada di sekoci bersama hyena yang kemudian memakan zebra dan membunuh orang utan dan kemudian si hyena dimakan oleh Macan Bengal. Si macan akhirnya menjadi bersahabat dengan Pi ketika mereka berdua berhasil bersama bertahan hidup. Hingga Pi kemudian merasa haru ketika mereka terdampar di Meksiko, si Macan Bengal dengan begitu saja meninggalkannya.
Kunci spiritualitas cerita ini adalah ketika dua orang utusan dari Kementrian Transportasi Jepang yang menemui Pi untuk menanyakan sebab tenggelamnya kapal, ternyata hanya mendapatkan cerita tentang survival bersama binatang2, yang tak masuk akal. Sementara Pi yang tak tahu menahu sebab tenggelamnya kapal, terpaksa membuat cerita yang lebih masuk akal, dimana terdapat 4 orang yang selamat di atas sekoci, yaitu Pelaut yang patah kaki, Tukang Masak, Ibunya dan Pi sendiri. Cerita brutal ini menggambarkan Si Tukang Masak membantai Pelaut dan membunuh ibunya, untuk dimakan dan dijadikan umpan menangkap ikan.
Dua Orang jepang tersebut kemudian menebak bahwa orang utan menggambarkan ibunya, zebra menggambarkan Pelaut, hyena menggambarkan Tukang Masak dan Macan Bengal (Richard Parker) yang akhirnya membunuh hyena menggambarkan si Pi sendiri.
Namun ketika ditanya mana menurutmu yang benar, orang Jepang utusan Kementrian Transportasi tersebut, karena tak ada bukti menunjukkan mana yang benar, memilih cerita binatang yang lebih dramatis yang dinyatakan benar, yang kemudian dituangkan dalam laporannya. Pi pun mengucapkan terima kasih dan mengatakan (dengan sedikit tersenyum); “Begitulah (ketika kita cerita) tentang Tuhan”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H