“Anak saya tidak mau sekolah, Bu. Dia diejek teman-temannya. Alat tulisnya diambil, bukunya disembunyikan. Anak saya tidak suka berkelahi, jadi dia tidak bisa melawan. Pelakunya banyak, bukan hanya satu orang tetapi beberapa orang. Anak saya minta pindah sekolah, Bu. Apa yang harus saya lakukan?”
Keluhan di atas berasal dari seorang ibu yang datang konsultasi bersama anaknya. Anaknya masih kelas 5 SD. Keluhan semacam itu tidak hanya satu kasus saja, melainkan cukup banyak. Rata-rata anak yang mengalaminya tidak menceritakan sejak awal perlakuan yang diterimanya. Mereka berusaha mengatasinya sendiri. Ketika mereka merasa sudah tidak mampu lagi, barulah mereka bercerita pada orangtua dengan keputusan bulat : ingin pindah sekolah. Titik.
Apakah Anda sering mendengar keluhan seperti itu? Atau anak Anda sendiri pernah mengalaminya? Atau Anda dulu pernah mengalami?
Sebenarnya apa yang terjadi?
Perlakuan tidak menyenangkan seperti kasus di atas dapat dialami oleh siapa saja. Bukan hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Namun khusus pada kesempatan ini, saya akan bahas perlakuan tersebut pada anak-anak.
Menurut Goodwin (2009), tindakan untuk melecehkan, menghina, mengejek, melukai, menyerang baik secara fisik maupun verbal termasuk kateogri bullying.Tindakan bullying dilakukan dengan tujuan untuk membuat orang lain tidak berdaya, terluka, merasa tidak berarti, menghilangkan rasa percaya diri dan rasa tidak aman.
Pelaku bullying biasanya memilih korban dengan karakteristik lebih lemah dan dianggap tidak setara dengan mereka. Pelaku bisa terdiri dari satu orang atau bahkan sekelompok orang. Perlakuan tidak menyenangkan itu bukan hanya sesekali, tetapi dilakukan berulang kali. Pelaku bullying bisa siapa saja, mulai dari teman, keluarga hingga guru atau atasan.
Siapa yang Dapat Menjadi Korban Bullying?
Anak-anak atau individu yang menjadi korban bullying biasanya memiliki karakteristik tersendiri. Mereka yang rentan menjadi korban adalah mereka yang :
- Tidak percaya diri. Anak-anak yang menunjukkan kurangnya percaya diri merupakan sasaran empuk bagi siapa saja. Sekalipun mungkin badan mereka cukup besar, tapi bila tidak punya kepercayaan diri, maka tetap saja mereka menjadi target.
- Tidak memiliki teman. Biasanya terjadi bila seseorang memasuki lingkungan baru. Tidak adanya teman dapat berarti tidak adanya dukungan sosial. Mereka hanya sendirian dan hal itu tentu saja “menyenangkan” bagi pelaku bullying.
- Merasa diri tidak berharga. Anggapan bahwa dirinya tidak berharga, merasa terkucil, kesepian, tidak layak untuk dijadikan teman adalah serangkaian karakteristik yang mudah dijadikan target bullying.
- Tidak memiliki kemampuan lain. Anak-anak yang tidak punya kelebihan atau sesuatu yang dapat dibanggakan, cenderung menjadi korban bullying. Mereka yang tidak menonjol dalam bidang akademik, tidak memiliki kemampuan dalam bidang olahraga dan seni, serta tidak punya kegemaran (hobby) untuk ditekuni biasanya lebih mudah dijadikan korban.
- Merasa berbeda dengan orang lainnya. Perasaan berbeda yang dimiliki bukan dijadikan sebagai kebanggaan, tapi membuat mereka tidak nyaman. Hal inilah yang dapat memicu tindakan bullying.
Apa yang Dapat Dilakukan?