Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apa yang Dilihat Pewawancara dalam Proses Rekrutmen?

6 Desember 2015   19:42 Diperbarui: 7 Desember 2015   11:26 1282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://hrdhelper.net/wp-content/uploads/2013/06/137925939.jpg

Ilustrasi Interviewer

Artikel ini ditulis setelah saya membaca tulisan Sdr. Sigit berjudul Hal Sepele, Sebab Gagal Dalam Interview. Saya menanggapinya sebagai pihak pewawancara. Berbekal pengalaman sebagai HRD beberapa belas tahun (1998 - 2013), mungkin pengalaman saya berguna untuk teman-teman yang akan menjalani wawancara dalam proses rekrutmen.

Sebelum memanggil para kandidat, biasanya saya melihat cengan cermat CV yang mereka buat. Asumsi dalam benak kudu terjawab dalam CV tersebut. Saya beranggapan bahwa CV itu adalah hal yang sangat penting bagi kandidat. Maka saya ingin melihat sejauh mana orang tersebut berusaha maksimal dalam menampilkan dirinya pada lembaran CV. Kalau CV yang sungguh penting ini diperlakukan tidak baik oleh pembuatnya, untuk apa saya, yang tidak berkepentingan, menganggap CV itu penting?

Proses berlanjut dengan pemanggilan kandidat. Bila tidak ada hal mendesak, hampir tidak pernah kami mengundang interview mendadak atau mepet waktunya. Minimal berjarak satu hari dari pemanggilan. Tujuannya adalah untuk memberikan waktu pada kandidat mempersiapkan diri, ijin dari perusahaan lama, atau juga mencari informasi tentang perusahaan kami. Faktor ketiga itu penting lho.

Tibalah hari yang ditunggu oleh interviewee (kandidat). Saya punya kebiasaan tidak langsung menemui para kandidat untuk wawancara. Mereka akan diminta untuk menunggu hingga jam yang sudah ditentukan. Mereka bisa melihat saya sebagai interviewer tapi tidak bisa menemui. Menarik sekali mengamati perilaku para kandidat. Untuk posisi tertentu, saya mendapatkan data lumayan cukup dengan mengamati mereka sebelum interview. Malah kadang jam interview sengaja kami molorkan untuk memunculkan perilaku asertif. Bagaimana mereka menghadapi situasi dilematis : satu sisi butuh pekerjaan, tapi satu sisi jadwal interview molor. Di sinilah saya mendapatkan kandidat yang punya sikap tegas, elegan dan komunikatif. Hehehe... Ini buka rahasia ya? Jadi kalau Anda sudah datang tepat waktu, tapi wawancara tidak segera dilakukan sesuai jadwal, jangan mengeluh. Bisa saja untuk bagian dari strategi HRD. Bersikaplah sesuai dengan karakteristik diri Anda.

Untuk calon pelamar yang datang terlambat, saya tidak langsung mendiskriminasi. Tapi saya menghukumnnya dengan menyuruhnya menunggu hingga saya selesai wawancara dengan semua kandidat yang ada atau setelah menyelesaikan pekerjaan saya..hahaha... Saya beri kesempatan untuk "mengarang" alasan kenapa dia terlambat. Bila hasil karangannya cukup bagus, saya bisa pertimbangkan. Tapi kalau alasannya tidak berkualitas, ya langsung saya bukakan pintu keluar...

Dalam proses wawancara, observasi pertama adalah penampilan kandidat. Caranya berpakaian. Berjalan dan berbicara. Sikap tubuhnya. Sekali waktu ada kandidat perempuan yang ikut seleksi berpenampilan apa adanya. Rambutnya dikuncir dengan jepit a la ibu-ibu mau cuci piring, pakai kaos, celana jeans belel, dan sepatu sandal yang menampilkan ujung-ujung jarinya. Whuuuaaahh... Padahal dia melamar sebagai perawat. Kepala saya langsung cenut-cenut. Nggak pake lama, dia saya persilakan untuk kembali ke tempat parkir motor...

Seperti yang dikatakan Sdr. Sigit dalam artikelnya, momen wawancara adalah momen penting. Sehingga tiap orang akan berusaha maksimal untuk memenangkan "pertempuran" dan mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Maka seharusnya kandidat tampil "all out". Kenyataannya saya kerapkali berhadapan dengan kandidat yang kesannya menyepelekan momen wawancara ini. Bajunya tidak rapi, tidak pantas, dan seenaknya. Mau tidak mau kesan pertama itu penting. Salah kostum pun pernah saya temui. Seorang perempuan cantik, cum laude, datang dengan baju tanpa lengan dan rok mini 20 cm di atas lutut! Duh!

Lalu sikapnya. Ada yang sopan, bahkan terlalu sopan sehingga saya berasa berhadapan dengan hipokrit. Ada yang arogan, dengan mimik meremehkan dan sikap tubuh seolah-olah berkata, "Kamu tuh siapa sih?". Ini biasanya kandidat titipan. Saya senang kalau ada kandidat titipan yang seperti itu. Enak banget untuk "mendepaknya". Melalui sikap ini, saya bisa memperkirakan karakter sesungguhnya dari kandidat. Dan saya uji melalui pertanyaan-pertanyaan.

Saking semangatnya, beberapa kandidat bisa bercerita apa adanya seperti para klien praktek psikologi saya. Ada pelamar laki-laki yang mengaku senang sekali mengamati perempuan cantik. Dia sudah bercerai dengan istri pertama karena ketahuan selingkuh dengan perempuan lain yang akhirnya dia nikahi. Walah.. Ada kandidat laki-laki lain menceritakan hobbynya mengintip perempuan mandi di kali. Saya langsung tepok jidat. Ampyun deh.. Ada kandidat perempuan malah berkisah kemelut rumah tangganya dan diakhiri dengan tangisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun