Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tumpukan Barang Memenuhi Seluruh Rumah, Hati-hati Hoarding Disorder!

15 Februari 2016   14:51 Diperbarui: 23 April 2022   22:40 3843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda gemar menyimpan barang-barang? Mungkin Anda berpikir kalau suatu saat nanti barang-barang itu akan berguna. Ya khan? Barang-barang apa saja yang biasanya disimpan? Apakah ada barang-barang ini dalam rumah Anda atau rumah orang yang Anda kenal:

  • Kantong kresek
  • Koran
  • Tas
  • Buku-buku
  • Hiasan-hiasan (handmade, souvenir pernikahan)
  • Kertas kado
  • Pernak pernik kain perca, potongan kertas
  • Botol-botol plastik dan kaca, dalam berbagai bentuknya
  • Apalagi ya? Bisa disebutkan sesuai kegemaran..hehe... Oya, kegemaran menimbun lemak perut nggak termasuk lho ya.

Timbunan barang-barang tersebut makin lama makin banyak, dan menyita tempat. Tidak bisa lagi disimpan rapi, tapi menumpuk di beberapa sudut rumah. Sehingga tempat-tempat itu tidak bisa digunakan lagi. Misalnya: lemari pakaian penuh dengan tumpukan tas-tas, sehingga baju ditempatkan di luar, meja kerja berubah jadi tempat penyimpanan pernak pernik, sofa tidak bisa lagi diduduki, gudang penuh sesak tidak bisa dimasuki, tempat tidur berubah menjadi gudang, dan sebagainya.

Bila Anda pernah bertemu dengan orang yang gemar menimbun semacam itu, pernahkah Anda mencoba membuang barang-barang yang tampaknya tak berharga itu, apa yang terjadi? Bagaimana reaksi pemiliknya? Marah, berteriak histeris, memegangi barang-barang kepunyaannya seperti induk ayam melindungi telurnya? Mungkin Anda berkata, jangankan dibuang, mau dirapikan saja udah marah-marah. Hmmm.. Bila Anda sendiri yang punya kegemaran menyimpan barang, mengapa Anda tidak ingin membuangnya? Atau memberikannya pada orang lain? Mengapa Anda menggelengkan kepala? *senyum lebar*

Hoarding Disorder

Apakah Anda tahu bahwa kegemaran menimbun barang-barang itu termasuk gangguan kejiwaan? Iya, serius. Namanya Gangguan Menimbun Barang (Hoarding Disorder). Menurut DSM 5 (panduan bagi psikiater dan psikolog dalam menegakkan diagnosa), hoarding disorder termasuk kelompok gangguan obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder). GMB ditandai dengan kesulitan untuk membuang barang-barang atau berpisah dengannya. Kesulitan berpisah atau membuang barang bersifat konsisten (terus menerus terjadi) dan menyeluruh (untuk semua barang miliknya).

Ciri khas lainnya adalah :

  • Keinginan menyimpan barang sangat kuat, tanpa mempedulikan kegunaan atau harganya. Contohnya : membeli barang-barang, menyimpan di lemari, tanpa pernah digunakan. Menyimpan kantong kresek yang bagus, dilipat rapi, disimpan bertahun-tahun.
  • Kesulitan berpisah dengan barang kepunyaannya menyebabkan tumpukan dan kekacauan tempat karena tidak rapi dan bersih. Kalau pun tempat itu bersih, maka itu adalah hasil intervensi orang lain. Orang lain, entah keluarganya, pembantu, office boy, petugas kebersihan lainnya, biasanya yang selalu membersihkan timbunan barang-barang itu.
  • Sangat sedih dan merasa depresi bila harus berpisah dengan barang-barangnya. Membuang atau berpisah itu dalam banyak bentuknya, misalnya memberikan atau mendaur ulang. Semua ide yang mengharuskan dia berpisah dengan 'koleksinya' akan membuatnya stress, marah, dan sedih.

Ruangan Menjadi Sempit/wartakota
Ruangan Menjadi Sempit/wartakota

Berdasarkan hasil penelitian, pengidap hoarding disorder lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Tanpa memandang budaya, GMB hampir merata pada seluruh manusia. GMB merupakan fenomena universal. Artinya kalau Anda mengalami GMB, jangan kuatir.. Anda tidak sendirian kok, hampir semua orang di dunia juga pernah mengalaminya.. eh hiburan yang salah ya?

Sebenarnya gejala menimbun barang sudah bisa ditengarai sejak masih kecil, yaitu sekitar usia 11 - 15 tahun. Coba tengok kamar anak-anak Anda (bukan anaknya tetangga.. Itu namanya kepo tingkat dewa!), tasnya, lemarinya. Berantakan pastinya. Bukan berarti otomatis anak-anak tersebut mengalami GMB. Lihat lagi lebih teliti, bagaimana reaksinya bila Anda membuang barang-barangnya? GMB berbeda dengan malas. Malas merapikan, malas membuang sampah pada tempatnya, malas mengembalikan buku pada lemari belajarnya, malas menata pakaiannya, dan sejumlah malas lainnya. Kalau perilaku malas, si anak tidak akan marah kalau barang-barang dibuang. Malah dia berteriak kegirangan, "Asyik...kamarku bersih! Makasih ya, Ma.. Sering-sering dong!".

Perilaku berikutnya yang perlu dicermati apakah anak-anak suka menyimpan makanan atau permen di bawah tempat tidur? Bukan membuang bungkusnya lho ya. Makanan kecil itu disimpan dalam bentuk masih utuh, atau masih tinggal beberapa bagian. Dan Anda harus 'perang' dulu untuk membuangnya. Begitu pula dengan anak-anak yang beranjak remaja, apakah ada banyak potongan karcis yang dia wanti-wanti tidak boleh dibuang? Atau kumpulan boneka bayinya (selemari penuh) yang tidak boleh diberikan pada orang lain? Hmmm... Sudah saatnya Anda bergerak mencari tahu mengapa perilaku menimbun itu muncul.

Faktor Penyebab Perilaku Menimbun

Para ahli perilaku menyimpulkan ada beberapa faktor yang menyebabkan hoarding behaviour yaitu :

- Karakteristik kepribadian. Pelaku GMB biasanya perfeksionis, tidak tegas, tipe penunda, lebih suka menghindari masalah, dan tidak punya ketrampilan mengatur dan mengelola hidupnya.

- Situasi hidup yang menekan dan mungkin juga ada pengalaman traumatik. Sehingga dengan menimbun barang, ia merasa bisa 'membalas' situasi yang tidak menyenangkan itu. Seorang teman bercerita kalau adiknya sangat boros. Apa saja dibeli, tapi tidak dipakai. Hanya ditumpuk begitu saja. Kakaknya kesal. Dia tanya mengapa adiknya menghambur-hamburkan uang seperti itu. Adiknya berkata, "Dulu kita miskin, Kak. Sehari belum tentu bisa makan. Sekarang aku bisa beli apapun yang aku mau. Kenapa nggak boleh?".

- Kebiasaan menimbun biasanya merupakan peniruan dari perilaku sejenis yang dilakukan oleh anggota keluarga lainnya. Dia tinggal dan hidup cukup lama dengan anggota keluarga tersebut.

- Anggapan bahwa barang-barang itu nantinya akan berguna, punya kenangan indah atau juga merasa bertanggungjawab terhadap nasib barang-barang itu. Namun lama kelamaan kebiasaan menimbun itu makin meningkat baik dalam hal jumlah barang maupun jenisnya.

Oya, hoarding behaviour (perilaku menimbun) beda dengan kolektor. Berbeda pada intensinya. Kolektor mengumpulkan barang dengan tujuan jelas, menatanya secara sistematis dan membuang bagian barang yang tidak diperlukan. Sedangkan penderita GMB mengumpulkan barang tanpa tujuan yang jelas, tidak mampu menata dengan sistematis dan rapi, dan tidak mau memilah barang-barang tersebut.

Menyebabkan Anggota Keluarga Tidak Betah di Rumah/wartakota
Menyebabkan Anggota Keluarga Tidak Betah di Rumah/wartakota

 Dampak Dari Hoarding Disorder

Bagi penderita GMB, mereka tidak akan merasa perilakunya mengganggu orang lain (Ya iyalah.. kalau mereka tahu mengganggu, nggak bakalan hoards dong..). Padahal dampak dari hoarding disorder ini bukan main-main. Mulai dari terganggunya aktivitas rutin sehari-hari, konflik dengan anggota keluarga hingga kematian. Lho kok bisa? Serem amat..

Aktivitas sehari-hari misalnya mencuci, memasak, mandi, tidur bisa terganggu. Area rumah yang biasanya digunakan untuk masak, diganti dengan tumpukan barang. Tempat cucian berubah fungsi jadi gudang. Bila sudah terjadi demikian, maka kebersihan diri dan kesehatan penghuni tempat itu akan terganggu.

Belum lagi konflik dengan anggota keluarga lainnya. Tidak semua anggota keluarga nyaman dengan adanya timbunan barang di rumah, berantakan, berbau dan bikin kacau. Coba bayangkan kalau di keluarga tersebut mendapatkan menantu yang senang kebersihan, sementara mertua perempuannya gemar sekali menimbun barang. Lalu pasangan baru itu memiliki bayi.

Konflik bukan saja dengan anggota keluarga, tapi bisa juga dengan tetangga. Karena bisa jadi barang-barang itu ditumpuk di luar rumah, misalnya di halaman depan, di taman depan, atau di pinggir jalan. Keributan dengan tetangga biasanya lebih banyak karena perilaku menimbun itu bukan berupa barang, tapi binatang (disebut animal hoarding). Mereka bukan memelihara hewan tapi mengumpulkannya dan tidak punya kemampuan untuk menyediakan makanan, sanitasi, dan kebersihan hewan-hewan tersebut. Menimbun tanaman pun termasuk di dalamnya. Sehingga rumahnya mirip gua hantu..hehe...

Siapa Betah Kerja dengan Orang Seperti ini?/propertymanagementinsider.com
Siapa Betah Kerja dengan Orang Seperti ini?/propertymanagementinsider.com

Bidang kehidupan lainnya pun terganggu. Pekerjaan tidak beres. Ribut dengan teman kerja (apalagi kalau menimbun barang di lokali tempat kerja), tidak punya waktu, kesulitan finansial (karena boros) dan kualitas hidup mengalami penurunan. Kondisi rumah tidak sehat, penyakit datang silih berganti, dan bisa menyebabkan kematian. Hal ini bisa terjadi karena timbunan barang-barang itu rentan jatuh, berbahaya, dan bisa menimbulkan kecelakaan.

Resiko Kecelakaan Lebih Besar/AP Photo
Resiko Kecelakaan Lebih Besar/AP Photo

Nah, sekarang silakan melihat kembali isi gudang masing-masing. Bersih? Syukurlah. Pemeriksaan berikutnya, adakah sofa yang beralih fungsi permanen? Tidak ada? Baguslah. Sekarang coba tengok handphone Anda.. Iya, HP yang selalu setia menemani. Ada berapa banyak chatting yang terlalu sayang dihapus? Oh..tidaakk! Hayooo...ngaku aja. Masih lihat di HP, ada berapa banyak gambar disimpan di sana? Hmmm... Gambar screenshoot termasuk juga lho. Sekarang kita bergerak ke email. Ada berapa banyak simpanan email sejak 2 tahun yang lalu? Ups! Ketahuan deh.. Pasti alasannya gini, suatu saat nanti isi email itu diperlukan. Apa benar diperlukan? Lha buktinya sudah 2 tahun nggak ada yang diperlukan tuh? Jadi gimana...?

Saya akhiri sampai di sini dulu, saya tahu Anda sekarang semangat untuk bersih-bersih rumah khan. Daripada dibilang menderita gangguan perilaku menimbun, khan mendingan dibersihkan. Ya nggak? Ssstt... Buat Anda yang tidak punya perilaku menimbun, ini peluang bisnis bagus lho. Bisnis bersih-bersih rumah dan kantor. Mau coba?

Catatan Penting:

Gangguan Menimbun Barang ini tidak berlaku bila perilaku menimbun adalah gejala dari kerusakan otak (brain injury), gangguan mental lainnya, atau kondisi gangguan fisik lainnya.

Semoga bermanfaat.

---

Sumber Gambar : ruang kerja, resiko kesehatan, ruang sempit, tidak betah di rumah, hoarding

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun