[caption caption="Ilustrasi Personifikasi Pengalaman Negatif Orang Lain"][/caption]"Seandainya aku ngalami hal itu, aku bakalan..." atau
"Kalau aku di sana, aku akan..." atau
"Kalau aku yang ngalami kayak gitu, wah.. aku nggak kira mampu... ".
Ungkapan-ungkapan wajar sebenarnya ya. Hampir tidak bisa dikendalikan kemunculannya. Biasanya orang berkomentar seperti itu ketika melihat peristiwa tidak menyenangkan, misalnya : kecelakaan, bencana, penyakit, penangkapan penjahat, korban kejahatan, dan sebagainya. Intisari dari semua komentar itu adalah mengandaikan diri berada dalam situasi tersebut lalu merencanakan tindakan untuk mengatasinya. Lalu apa yang salah? Bukankah baik mengantisipasi? Itulah masalahnya.
Personifikasi Peristiwa Negatif
Peristiwa tidak menyenangkan memang mengundang simpati bagi pengamatnya. Namun menjadikan peristiwa tersebut menjadi 'milik pribadi' sama dengan mengundang suasana dari peristiwa itu masuk dalam diri sendiri. Menjadikannya sebagai bagian dari naskah kehidupan. Mekanisme ini yang disebut personifikasi peristiwa negatif.
Kalau ada yang pernah membaca buku The Secret, mungkin tahu apa makna personifikasi peristiwa negatif. Dalam buku The Secret dijelaskan bahwa pikiran-pikiran yang kita miliki akan menarik alam semesta untuk muwujudkannya. Rhonda Byrne, penulisnya, menyarankan agar kita selalu berpikir hal-hal yang positif akan berlaku hukum daya tarik (The Law of Attraction). Hampir sama dengan hukum tabur tuai, apapun yang kita lakukan akan kembali ke diri sendiri.
Seorang ibu berbagi pengalamannya saat pelatihan Meaningful Life. Suatu kali dia berada di Jakarta dan terjebak banjir di bandara. Selama 3 hari dia tidak bisa kembali ke Surabaya karena banjir tidak kunjung surut. Alhasil dia harus menginap di bandara selama itu. Dia menceritakan cukup detail pengalamannya, termasuk caranya mempertahankan diri (mandi, sikat gigi, dan sebagainya). Saya bertanya padanya apakah ia pernah mengetahui sebelumnya tentang banjir di Jakarta, khususnya di bandara. Ia menjawab pernah menonton beritanya di TV.
Lalu tanyakan lagi, apakah waktu menonton berita itu, ia melakukan dialog batin yang mengandaikan kalau ia berada dalam situasi tersebut, ia akan melakukan sesuatu? "Iya, Bu. Kok Ibu tahu?" tanyanya heran. Bukan baru kali itu saja saya menemukan bahwa apa yang dialami orang-orang dalam hidupnya adalah hasil program pikiran bawah sadarnya. Mereka tanpa sadar memposisikan diri sebagai pelakon utama dalam peristiwa orang lain, lalu merencanakan tindakan untuk mengatasi persoalan itu.
Sadari dan Bersihkan
Biasanya saya menyarankan agar kita menyadari dulu program apa saja yang kita tanam dalam ingatan kita. Lalu mereview semua peristiwa hidup kita. Bila ada pola berulang, misalnya ditipu berkali-kali, konflik terus menerus dengan banyak orang, menderita penyakit tertentu, dan sebagainya, maka perlu ditelusuri lebih jauh dibalik pola berulang itu adalah paradigma berpikirnya. Saya sendiri pun melakukannya. Cara ini cukup efektif dilakukan secara mandiri, tanpa bantuan profesional.