Kalau kedua contoh di atas tentang pelajaran tentang "untuk-tidak-menjadi-seperti", maka bahasan berikut ini tentang guru yang menginspirasi. Indikatornya jelas. Siswa akan berubah cara berpikir, sikap hingga perilaku. Guru-guru semacam itu mengajar dari hati. Muridnya menangkap kasih dari guru tersebut, tanpa merasa sakit hati terhadap perlakuannya. Bukan berarti para guru itu tidak pernah "menampar" atau memukul bahkan menghukum dengan keras. Namun murid paham punishment yang diberikan. Kejengkelan sesaat pastilah muncul namun segera lenyap karena menangkap inti ajarannya.
Salah satu guru yang menginspirasi saya untuk menjadi guru juga adalah guru TK, namanya bu Maria. Beliau sabar, perhatian, ramah dan telaten. Peristiwa yang tidak bisa saya lupakan adalah saat saya kembali masuk sekolah setelah libur karena sakit selama 3 minggu. Dengan kesabarannya, bu Maria membimbing saya mengejar ketinggalan. Ketakutan saya sirna dengan senyumannya. Tidak butuh waktu lama untuk menjadikannya sebagai idola saya (TK lho..).
Keinginan menjadi guru makin kuat ketika saya kelas 1 SD. Guru saya sabar sekali dan membuat saya takjub. Deretan huruf tiba-tiba menjadi indah karena bisa berbunyi sesuatu. Saking senangnya bisa membaca, semua saya baca. Plat nomer mobil pun saya baca! Sejak itu apa saja saya baca, tapi saat ini ada satu yang tidak suka saya baca yaitu... tagihan! Tidak tahu kenapa, kalau lihat kertas tagihan, tiba-tiba keinginan baca saya surut seketika.. hahaha...
Kualitas Guru Sepenuh Hati dan Panggilan Hidup
Guru itu bukan sekadar profesi. Tapi panggilan hidup. Bagaimana kita tahu pilihan menjadi guru karena panggilan hidup atau hanya pekerjaan biasa? Menurut saya ada beberapa kualitas yang tampak :
1. Mencintai kehidupan. Tidak ada guru yang mampu menularkan ilmunya baik akademik maupun kehidupan bila ia tidak mencintai kehidupan ini. Ia paham betul bagaimana sikap terhadap hidup, tahu persis halangan apa saja yang muncul dan bagaimana "meloncatinya". Seorang guru pencinta hidup akan bergairah dengan perkembangan muridnya. Tidak pernah merasa terancam dengan tingkah laku muridnya.
2. Optimal dalam pemahaman materi pelajarannya. Seorang guru yang mencintai profesinya akan berupaya maksimal untuk mendalami materi pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya. Ia akan mencari hingga titik ujung materi (bila ada). Pemahaman maksimal akan ia tanamkan pada dirinya sendiri dahulu sebelum ia ajarkan pada anak didiknya.
3. Variatif dalam metode pengajaran. Tidak puas dengan cara mengajar yang sama terus menerus. Ia juga menyesuaikan metode mengajarnya dengan dinamika kelas yang dihadapi. Tiap tahun berganti, berubah pula pola perilaku siswa kelasnya. Maka metode mengajarnya tidak bisa sama terus menerus. Guru sejati akan mencari cara-cara terbaik dan tersesuai dengan kemampuan siswa-siswanya. Bukan menuntut agar siswa memahami dirinya, tapi berfokus pada kebutuhan siswa akan metode pengajaran tertentu.
4. Nyaman dengan dirinya. Ia tidak merasa perlu menegakkan wibawa dengan ancaman atau 'ngecing' siswa yang tidak patuh padanya. Guru yang nyaman dengan dirinya tahu bagaimana berinteraksi dengan siswa tanpa membuat siswa bersikap kurangajar. Kalau pun ada siswa yang tidak sopan, atau tidak patuh, ia tahu cara mengatasinya tanpa kehilangan harga dirinya. Sebagai imbalannya, siswa respek padanya, bukan takut. Dalam menindak kenakalan siswa pun, ia tidak ragu-ragu karena dasar pertimbangannya jelas. Ia tidak mendasarkan pada kebutuhan pribadinya, tapi fokus pada pembelajaran yang ingin dia berikan pada siswa terhukum tersebut.
5. Integritas. Apa yang dia katakan, itulah yang dia lakukan. Kalau dia mengajarkan kejujuran, ya dia akan lakukan. Kalau dia mengatakan harus berani bertindak bila benar, ya dia akan berdiri paling depan untuk membela siswanya bila siswanya benar dan perlu dibela. Kalau dia mengajarkan tentang tanggungjawab, ya dia akan datang tepat waktu, tidak sering meninggalkan pelajaran, dan sungguh-sungguh memeriksa hasil tugas siswa.
Bila guru memiliki kualitas seperti itu, siswa pun akan menerima dengan senang hati hukuman yang diberikan kalau mereka salah. Ya, mungkin ada rasa dongkol sedikit, tapi cepat hilang. Karena anak didik percaya dan yakin akan itikad baik gurunya.