Dunia internasional dikejutkan dengan keberhasilan kilat yang dilakukan oleh kelompok oposisi Suriah dalam menguasai Damaskus, Ibu Kota Suriah dan sebagian besar wilayah yang dikuasai rezim Assad sebelumnya. Peristiwa ini sekaligus mengakhiri 13 tahun Perang Saudara Suriah dan berhasil menggulingkan dinasti tiran Assad yang berkuasa 50 tahun lamanya.
Runtuhnya rezim Assad disambut sukacita oleh warga Suriah, baik dari dalam maupun luar negeri. Warga berbondong-bondong turun ke jalan untuk merayakan kebebasan dari cengkraman rezim Assad yang kejam.
Hal yang sama juga dilakukan warga Suriah di luar negeri terutama di negara-negara Eropa yang menjadi tujuan utama ekspatriat  Suriah yang terdampak konflik berkepanjangan di negara asalnya.
Dinasti Assad merupakan salah satu dinasti paling bengis di Timur Tengah dan telah memegang kuasa sejak 1971. Ratusan ribu warga sipil tewas akibat penahanan dan penyiksaan terutama selama perang saudara berlangsung. Bashar al-Assad naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2000 selepas kematian ayahnya, Hafez al-Assad. Konstitusi Suriah yang memiliki syarat usia presiden harus 40 tahun, dengan lekas diubah untuk menyokong naiknya Bashar yang baru berusia 34 tahun.
Perang saudara yang berkecamuk sejak 2011 telah melibatkan negara-negara besar, termasuk Amerika Serikat, Rusia, Iran, dan Turki. Dampak perang yang memorak-porandakan situasi dalam negeri dan juga menyebabkan migrasi besar-besaran.
Migrasi tersebut menjadi salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Data dari Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) menyebutkan ada lebih dari 14 juta warga Suriah yang terpaksa mengungsi untuk mencari tempat yang lebih aman dan Turki sebagai negara yang paling banyak menampung dengan jumlah total 3,3 juta pengungsi.
Nasib kepulangan
Akhir dari dinasti Assad membawa secercah harapan bagi warga Suriah untuk kembali ke tanah air mereka. Dorongan untuk kembali begitu besar setelah kejatuhan Assad, yang selama ini menjadi hambatan terbesar untuk kembali ke rumah.
Para warga Suriah juga merasa kurangnya pendapatan ketika menjadi pengungsi di negara lain, bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar saja sangat sulit. Selain itu, situasi mengenaskan di pengungsian dan tekanan yang dilakukan oleh negara penampung sudah lebih dari cukup untuk memaksa mereka pulang.
Kepulangan warga Suriah juga disambut dan didukung oleh Abu Mohammad al-Julani, pemimpin Hayat Tahrir al-Sham, kelompok utama oposisi yang berperan besar dalam mendongkel kekuasaan Assad. Al-Julani mengharapkan kepulangan warga Suriah ke negaranya.