Logika berpikir adalah hal yang penting dalam kehidupan kita. Meskipun banyak orang menganggapnya rumit, logika sebenarnya ada di setiap keputusan dan argumen yang kita buat setiap hari. Di sini, kita akan membahas tiga bagian utama dari logika berpikir: silogisme, logisme, dan falasi, serta bagaimana mereka mempengaruhi cara kita berpikir.
Apa itu Silogisme?
Silogisme adalah cara berpikir yang menggunakan dua pernyataan (premis) untuk mencapai satu kesimpulan. Misalnya, kita bisa menggunakan contoh berikut: "Semua manusia pasti mati" dan "Semua orang Indonesia adalah manusia." Dari kedua pernyataan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa "Semua orang Indonesia pasti mati" (Weruin, 2017).
Penting untuk diingat bahwa kebenaran silogisme tergantung pada kebenaran pernyataan yang digunakan. Jika salah satu pernyataan tidak benar, kesimpulan yang diambil juga bisa salah. Dalam hukum, silogisme sering digunakan untuk membantu menarik keputusan berdasarkan aturan umum (Achadah & Fadil, 2020).
Logisme: Jembatan Menuju Pemahaman
Logisme adalah penerapan logika dalam penalaran hukum dan ilmiah. Ada dua cara berpikir yang sering digunakan, yaitu induktif dan deduktif. Penalaran deduktif bergerak dari pernyataan umum ke kesimpulan khusus, sedangkan penalaran induktif mencoba menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan (Imron, 2006).
Logika membantu kita menyusun argumen dengan cara yang teratur dan rasional. Ini sangat penting di dunia hukum, di mana setiap keputusan harus berdasarkan penalaran yang jelas. Misalnya, dalam hukum, kita menggunakan metode IRAC (Issue, Rule, Analysis, Conclusion) untuk menganalisis fakta dan menarik kesimpulan (Imron, 2006).
Falasi: Jebakan dalam Berpikir
Falasi adalah kesalahan logika yang bisa merusak argumen kita. Kesalahan ini sering kali muncul tanpa kita sadari dan bisa mengancam validitas argumen yang kita buat. Dalam penelitian tentang peserta National University Debating Championship 2020, banyak kesalahan logis ditemukan, seperti penggunaan bahasa yang menyesatkan dan kesimpulan yang tidak tepat (Lubis et al., 2023).
Contohnya, jika seorang pembicara menggunakan kata-kata emosional seperti "memalukan" untuk mendukung argumennya, ia sebenarnya menggunakan trik yang tidak mendukung logika. Ini menunjukkan betapa pentingnya untuk waspada terhadap falasi saat membangun argumen (Lubis et al., 2023).
Menyambungkan Logika dan Filsafat