Mohon tunggu...
Nafis Niswah
Nafis Niswah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa KPI / UIN SAIZU Purwokerto

Mahasiswa gabut hobi baca fun fact random

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Beban Penyesalan Karena Rindu yang Tak Tersampaikan

5 November 2024   20:39 Diperbarui: 5 November 2024   20:49 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ponselku bergetar, notifikasi pesan masuk dari Surya. Seperti biasa, ia mengirimkan bukti transfer sebesar Rp 500.000, lalu menambahkan kalimat yang sudah menjadi kebiasaan, "Ini ya Fis, buat Mamaku." Namun, kali ini ada yang berbeda. Dengan kehangatan yang tak terduga, ia bertanya, "Gimana kabar keluargamu, Fis?"

Aku menjawab sepatah dua patah, "Alhamdulillah sehat semua." Begitu pula ketika ia menanyakan kabar Mamanya. Aku hanya menjawab, "Sehat juga, tadi ke sini beli minyak goreng." Pesan terakhirnya, "Salam ya buat Mama," kubalas dengan singkat, "Oke." Pertanyaan sederhana itu terasa begitu hangat, seolah ada pelukan di antara kata-kata.

Tak kusangka bahwa itu akan menjadi pesan terakhirnya. Beberapa hari kemudian, kabar duka datang bagai petir di siang bolong. Surya, temanku yang selalu ceria dan penuh semangat, kini telah pergi untuk selamanya. Kesedihan mendalam menyelimuti hatiku. Ia adalah anak tunggal, buah kasih sayang kedua orang tuanya yang telah berpisah.

Kecelakaan yang merenggut nyawanya terasa begitu aneh dan tak terduga. Ia dan rekannya menabrak truk yang sedang berhenti. Rekannya hanya mengalami luka ringan sementara Surya kritis dan akhirnya meninggal dunia di rumah sakit. Takdir memang tak pernah bisa ditebak.

Aku teringat pesan terakhirnya. Uang titipan untuk mamanya sudah kuberikan. Namun, salam dari Surya lupa kusampaikan. Rasa bersalah itu menyiksa hatiku seperti bayangan kelam yang tak mau pergi. Aku merasa gagal menjadi perantara amanah baginya.

Penyesalan itu semakin dalam saat ayahnya meminta agar Surya dimakamkan di Kabupaten Karanganyar, sedangkan ibunya tinggal jauh di Kabupaten Banyumas. Hatiku teriris membayangkan betapa pedihnya hati seorang ibu yang kehilangan anak semata wayangnya dan harus berpisah jauh dari makam anaknya.

Kini aku baru menyadari betapa berharganya pesan-pesan itu setelah ia tiada. Pertanyaan tentang kabar ibunya---yang biasanya tidak pernah ia tanyakan---membuatku tersadar bahwa di balik sikapnya yang terlihat cuek, ia sangat menyayangi ibunya. Pesan terakhirnya, "Salam ya buat Mama," kini terasa begitu berat dan penuh makna.

Dinar terakhirnya, salam yang tak tersampaikan, dan keputusan untuk memakamkannya jauh dari ibunya menjadi pengingat akan betapa singkatnya hidup ini. Kita tidak pernah tahu kapan ajal menjemput; maka dari itu, marilah kita perbanyak kebaikan, pererat silaturahmi, dan selalu menyayangi orang-orang di sekitar kita.

Aku akan selalu mengingat Surya sebagai sahabat yang ceria---selalu menghibur dengan senyumnya yang tulus---penyayang dan penuh semangat. Semoga di sana ia tenang dan bahagia dalam pelukan Sang Pencipta. Dan semoga Mama Surya diberikan kekuatan untuk melewati masa-masa sulit ini dengan penuh ketabahan dan cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun