Women's Day yang sudah berlalu karena diperingati hanya pada 8 Maret setiap tahunnya namun Saya berharap semangat untuk menjadi lebih baik bagi wanita Indonesia terus ada walau hari itu sudah berlalu. Membahas tentang Women's day ini banyak  pro dan kontra karena ada poin-poin yang tidak disetujui oleh banyak wanit juga. Yah, ketika Saya membaca salah satu post teman di Instagram dia menyebutkan bahwa Dia tidak setuju dengan kesetaraan gender yang dituntut oleh banyak wanita di Dunia termasuk kita liha di Indonesia. Dia menyebutkan bahwa Pria itu tetap menjadi Imam yang berarti seorang pemimpin.
Bagaimana menurut Anda? poin ini selalu menjadi kontroversi.
Kemudian teman ini menuliskan bahwa di Indonesia ada budaya dimana anak perempuan dilatih dengan tanggung jawab lebih untuk mengurus semua kebutuhan rumah tangga dibandingkan dengan anak laki-laki. Lalu dia berkata bahwa dia ingin bahwa para lelaki juga sadar bahwa tugas rumah tangga tidak hanya kewajiban perempuan namun laki-laki juga.
Saya ingin membahas bahwa dari sisi lain laki-laki sebagai manusia, pengetahuan tentang mengurus rumah tangga yang sederhana seperti memasak nasi, menggoreng telur, mencuci baju dan masih banyak lagi memang perlu diajarkan kepada anak laki-laki kita menurut Saya. Hal ini tidak berarti kita mengabaikan posisi lelaki sebagai pemimpin namun hal ini juga perlu mereka tahu. Mengapa? seandainya anak lelaki kita akan menjalani sekolah yang jauh dan tidak tinggal dengan orang tuanya serta tidak ada asisten rumah tangga, maka dia akan membutuhkan keterampilan dasar tersebut bukan?.
Selain itu dalam rumah tangga antara suami istri sangat baik jika ada keterbukaan dan kompromi rumah tangga seperti apa yang mereka inginkan, apakah suami akan membantu pekerjaan rumah tangga disaat istrinya sudah kewalahan? atau suami tidak peduli dan merasa bahwa kewajiban dia hanya mencari nafkah?. Banyak hal yang selalu diperdebatkan dan semua kembali lagi kepemahaman masing-masing pasangan.
Masalah di atas hanyalah salah satu dari banyak pro dan kontra yang terjadi jika membahas tentang kesetaraan gender karena ada banyak juga permasalah seperti kesempatan mendapatkan pendidikan, pekerjaan belum lagi pandangan tentang wanita yang selalu menarik hanya pembahasan fisik saja menurut banyak orang.
Masih ada orang-orang yang berkata termasuk keluarga kita sendiri "untuk apa sekolah tinggi-tinggi jika ujung-ujungnya di dapur?". Kalimat ini selalu membuat saya sedih dan marah, mengapa mengartikan jika pada akhirnya kita menjadi Ibu rumah tangga berarti ilmu yang kita dapatkan itu tidak berarti lagi atau tidak akan berguna. Penjelasan demi penjelasan kita berikan namun memang untuk merubah perspektif orang lain itu sulit sekali.Â
Bagaimana menurut kalian?
Semangat wanita Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H