Mohon tunggu...
Nafila Andriana
Nafila Andriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Indonesia

Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penyalahguna Narkotika Dikenakan Pidana Penjara atau Rehabilitasi?

20 Juli 2021   10:30 Diperbarui: 20 Juli 2021   10:30 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam upaya pemberantasan narkotika, sanksi pidana menjadi langkah untuk memberikan pembalasan bagi pelaku atas tindakannya, pembinaan, atau memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sanksi pidana juga dapat berupa penempatan pelaku pada tempat tertentu, contohnya yaitu rehabilitasi bagi pecandu narkotika yang bertujuan untuk memberikan bantuan medis dan sosial demi kesembuhan dari ketergantungan narkotika. Dasar hukum dari pemberian sanksi pidana bagi orang yang terjerat kasus narkotika yaitu UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.


Sanksi pidana yang bisa diterapkan bagi penyalah guna narkotika adalah pidana penjara sesuai dengan Pasal 127 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2009. Di Indonesia, tempat terpidana yang mendapatkan pidana penjara ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Penjatuhan pidana penjara ini termasuk sanksi pembalasan sekaligus pembinaan. Hal ini disebabkan pidana penjara tidak hanya menjadi tempat pembalasan, tetapi juga membina pelaku kejahatan menjadi warga negara yang baik. Pembinaan tersebut dilakukan dengan diberikannya pendidikan, bimbingan rohani, konseling, dan keterampilan. Selain itu, apabila ia juga merupakan pecandu narkoba, dapat dijatuhi hukuman wajib rehabilitasi sosial dan rehabilitasi medis sesuai dengan Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009. Hukuman wajib rehabilitasi merupakan jenis pidana yang menempatkan pelaku pada suatu tempat tertentu sesuai dengan kebutuhannya. Kegiatan yang dilakukan saat rehabilitasi medis yaitu detoksifikasi, intoksifikasi, volunteering consoling and testing, rawat jalan, psikoterapi, dan lain-lain. Kegiatan pada rehabilitasi sosial meliputi seminar, static group, terapi kelompok, dan lain-lain.

Apabila dilihat dari konsep programnya, rehabilitasi lebih memiliki kebermanfaatan untuk penyalah guna. Karena selain memberikan efek jera, rehabilitasi juga memberikan langkah medis untuk membantu mengobati ketergantungannya pada narkotika.6 Sedangkan pidana penjara hanya memberikan pembinaan dan tidak memberikan pengobatan bagi pecandu narkotika. Pemberian obat pada pecandu narkotika sangatlah penting untuk mengatasi efek sakaw (putus obat) dari para penyalah guna narkotika. Namun, dalam pelaksanaannya kedua hukuman tersebut memiliki kekurangan masing-masing.


Berdasarkan hal tersebut, timbul pertanyaan mengapa masih ada sanksi pidana penjara (Pasal 127 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2009) sedangkan ada kewajiban untuk rehabilitasi bagi penyalah guna narkoba yang kecanduan narkotika (Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009)? Apakah rehabilitasi telah menjadi prioritas hakim dalam menjatuhkan hukuman bagi penyalah guna narkotika? Lalu apa sanksi yang efektif untuk diterapkan pada penyalah guna sekaligus pecandu narkotika tersebut?


Berdasarkan pasal 1 angka 15 UU No. 35 Tahun 2009, penyalah guna narkotika adalah orang yang menyalahgunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Penggunaan narkotika melawan hukum apabila bertentangan dengan Pasal 7 UU No. 35 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa narkotika hanya dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu. Penyalah guna narotika sering kali dijatuhi hukuman yang berbeda-beda. Ada yang mendapat hukuman pidana penjara, rehabilitasi, atau bahkan keduanya.

Hal ini dapat dilihat di dalam Putusan No. 1013/Pid.Sus/2017/PN.Bks yang menjatuhkan hukuman bagi GAP berupa pidana penjara selama sepuluh bulan dan menjalani rehabilitas selama masa pidana yang dijatuhkan. Barang bukti yang didapat yaitu sabu seberat 0,22 gram. Alasan penjatuhan hukuman tersebut karena GAP terbukti menyalahgunakan narkotika bagi diri sendiri yang hukumannya diatur dalam Pasal 127 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2009. Hal itu dibuktikan dengan alasan GAP menggunakan narkotika jenis sabu dengan cara dibakar lalu dihisap yang bertujuan untuk memperoleh semangat dan kesegaran bagi tubuh. Hakim menjatuhkan hukuman penjara untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan menjatuhkan rehabilitasi medis dan sosial dengan tujuan pemulihan kondisi fisik dan psikis akibat narkoba.


Kemudian, dapat dilihat juga pada Putusan No. 228/Pid.Sus/2020/PN.Bdg. Dalam putusan tersebut, GKLG dipidana penjara selama satu tahun empat bulan karena terbukti menyalahgunakan narkotika jenis sabu bagi dirinya sendiri sebagaimana hukumannya diatur dalam Pasal 127 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2009. GKLG menggunakan sabu sendirian sebanyak lima belas hisapan, lalu hasil tes urine GKLG juga menunjukkan bahwa GKLG positif mengonsumsi narkoba. Selain itu, ditemukan barang bukti sabu seberat 0,18 gram.8 Anehnya, GKLG tidak dijatuhi hukuman rehabilitasi oleh pengadilan. Padahal dalam Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2009, pecandu (penyalah guna bagi diri sendiri) wajib direhabilitasi.


Berbeda dengan kedua putusan sebelumnya, Putusan No. 315/Pid.Sus/2015/PN.Tpg. Dalam putusan ini HY sebagai terpidana diyakini melakukan tindakan pidana menyalahgunakan narkotika jenis sabu untuk dirinya sendiri sebagaimana hukumannya diatur dalam Pasal 127 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2009. Pada saat tertangkap ditemukan sabu seberat 0,4 gram. HY mendapatkan sabu tersebut dengan membelinya seharga Rp300.000 (tiga ratus ribu rupiah). Alasan HY menggunakan sabu yaitu untuk membakar semangat. Hakim pun menjatuhkan pidana rehabilitasi selama sepuluh bulan untuk HY.


Dari ketiga putusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketiga tindak pidana narkotika tersebut sama-sama menggunakan sabu untuk dirinya sendiri dengan cara dibakar lalu dihisap. Mereka juga sama-sama dinyatakan menggunakan narkotika golongan satu bagi diri sendiri yang dapat dijatuhi pidana penjara maksimal empat tahun sebagaimana Pasal 127 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2009. Begitu pula dengan alasan pemberat dan peringannya. Alasan pemberat pada mereka yaitu menghambat program pemberantasan narkotika oleh pemerintah. Sedangkan alasan peringannya yaitu mereka sama-sama belum pernah dihukum, terus terang, serta menyesali perbuatannya. Akan tetapi, hukuman yang diberikan berbeda, yaitu berupa pidana penjara, rehabilitasi, atau keduanya.


Suatu putusan hakim haruslah mengandung kepastian dan keadilan hukum, serta memberi manfaat bagi terpidana. Menurut Radburch, kepastian hukum adalah hal mendasari hukum dianggap sebagai hukum positif, mengikat, dan ditaati oleh masyarakat. Kepastian hukum juga dapat menjamin terwujudnya ketertiban dalam masyarakat karena memiliki kejelasan tolok ukur hak dan kewajiban masyarakat. Keadilan hukum adalah terpenuhinya hak dan kewajiban suatu individu yang tidak mengabaikan keseimbangan. Hak tersebut dapat berupa perlindungan dan pembelaan hukum, sedangkan kewajibannya yaitu melaksanakan peraturan-peraturan yang berlaku. Kemudian, kemanfaatan hukum berarti bahwa suatu putusan yang dijatuhkan membawa manfaat dan hasil yang berguna baik bagi terpidana maupun masyarakat umum. Kemanfaatan hukum dapat dilihat melalui perspektif sosiologi hukum.


Jika dikaitkan dengan tiga putusan di atas, penjatuhan pidana yang dijatuhkan kepada GKLG bertentangan dengan prinsip kemanfaatan. GKLG yang menghisap sabu sebanyak lima belas kali lebih membutuhkan rehabilitasi untuk membantunya lepas dari ketergantungan narkotika daripada hanya diberi pidana penjara untuk efek jera. Masih dengan prinsip kemanfaatan, putusan pidana penjara yang diberikan kepada GAP hanyalah sia-sia karena pada umunya kegiatan yang dilakukan di penjara dan rehabilitasi sosial hampir sama. Perbedannya terletak pada lingkungan huniannya saja, apabila penjara lingkungannya berlatar belakang kriminal berbeda, sedangkan rehabilitasi hanya berlatar belakang kasus narkotika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun