Â
      Sastra merupakah hal penting untuk mendokumentasikan Sejarah dan kebudayaan, lebih dari itu Sastra juga mendokumentasikan imajinasi, pemikiran, dan pengalaman. Pada ajaran baru 2024/2025 yang akan datang, Kemendikbutristek sudah merencanakan bahwa Sastra akan masuk ke dalam kurikulum pembelajaran, mulai dari jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Hal ini memungkinkan para pelajar untuk mengenal beragam karya Sastra dari berbagai priode Sastra, dengan demikian langkah pemerintah dalam rencana pengembangan dan peningkatan literasi, membuat kemungkinan tercapai yang amat besar, namun hal ini apankah akan berdampak secara signifikan?
      Melihat dari Sistem Informasi Perbukuan Indonesia (SIBI), terlihat bahwa tujuan utama adalah untuk meningkatkan literasi dan minat baca, namu apakah penerapannya akan sesuai atau tidak? Karena mengingat banyak faktor yang mempengaruhi bagaimana literasi di Indonesia masih rendah. Tentu, ini langkah awal yang baik bagi keseimbangan Bahasa dan budaya di kalangan pelajar Indonesia. Mengenalkan karya Sastra kepada para pelajar, juga menjadi pengenalan terhadap budaya, Sastra Indonesia sendiri menjadi bagian dari warisan budaya yang semestinya harus kita jaga, termasuk kepada pengenalan tokoh-tokoh Sastrawan dan penulis Indonesia, akan menjadi pembangun motivasi bagi para pelajar untuk mau terlibat dalam Kesusastraan dan menulis karya Sastra.
      Meski tujuannya baik, namun program ini justru banyak menuai pro dan kontra. Tentu ini berkaitan denga isi dari program tersebut dan juga mengarah pada "Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra"(2024), Anggun Gunawan, dalam tulisannya pada Kompas.com "Polemik Sastra Masuk Kurikulum: Kebijakan atau Pemaksaan?" menuliskan, bahwa buku panduan tersebut "menyesatkan" karena terlihat dibuat dengan tidak serius dan terburu-buru, sehingga banyak informasi yang tidak akurat, seperti biografi sastrawan, bahkan jejak pendidikan hingga tanggal dan tahun kelahiran banyak yang keliru. Sungguh sangat disayangkan jika melihat keseriusan pemerintah yang dengan tujuannya, untuk meningkatkan literasi tetapi membuat program yang dengan kesan "asal-asalan" dan tidak serius.
      Bagi saya sendiri sebagai Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, program ini takutnya akan membebani seorang Guru, daftar buku Sastra yang masuk Kurikulum lebih dari 170  buku karya Sastra, ini menjadi tantangan tersendiri bagi seorang Guru nantinya, dan pastinya tidak semua guru mengetahui atau membaca daftar buku-buku yang ada dalam list program "Sastra masuk kurikulum." Dan ini juga menjadi tantangan bagi generasi pelajar saat ini, sebab minat dalam menentukan kasya Sastra yang hendak dibaca akan tidak relevan dengan zaman mereka, daftar buku-buku tersebut mulai dari sastra klasik era Balai Pustaka dan ini berbanding jauh dengan selera bacaan yang dibaca oleh pelajar saat ini. Tapi semoga ini menjadi dorongan kuat pemerintah untuk mengenalkan karya Sastra yang kental akan budaya dan dan gaya bahasa klasik.
      Program ini amat penting dan pastinya akan berpengaruh terhadap literasi nantinya, tetapi jika pemerintah tidak terlalu serius dan justru memaksakan segala pihak, maka kita tidak bisa berharap lebih, terlebih banyak yang mengkritisi terkait  buku panduan yang dibuat asal dan menyesatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H