Mohon tunggu...
Ihdi Bahrun Nafi
Ihdi Bahrun Nafi Mohon Tunggu... Administrasi - Foto Pribadi

Just Ordinary Man

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Speaker Tanpa Suara

28 Januari 2014   10:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash



Pak Mardi seorang yang sehari-harinya memenuhi kehidupannya dengan persewaan sound system dan mengikuti beberapa event dari dalam dan luar kota. Tahun ini merupakan tahun demokrasi , ia pun berharap dapat menambah pundi-pundi uangnya dengan kemungkinan banyaknya acara yang berbau pemilihan legilslatif tersebut. Tidak sedikit orang yang datang kepadanya. Bahkan beberapa hari lalu alatnya disewakan untuk acara khitanan massal yang diselenggarakan oleh salah seorang caleg partai .

Di daerahnya banyak yang mengikuti partai pelangi, karena rakyat mengira dengan simbol yang diberikan pada benderanya dapat memberi pencerahan pada mereka. Namun di desa lain tak kalah ramai dengan partai singa yang menyimbolkan kekuasaan kuat raja hutan. Pak mardi pun tidak ambil pusing dengan hadirnya beberapa partai yang ada di daerahnya untuk dipilih. Bahkan ia menerima beberapa jaket dari beberapa kader yang juga temannya dari partai yang bersangkutan. Ia hanya berharap kebaikanlah yang akan datang pada warga di sekitarnya dengan memilih kader yang ada.

Aryo tetangga yang tak begitu jauh dari rumah pak Mardi sering datang ke rumahnya untuk saling berbincang mengenai masalah tersebut. Pak Mardi hanya mengiyakan saja. Aryo yang seorang lulusan luar negeri berharap dapat menjadi wakil rakyat di daerahnya. Dengan kekayaanya yang berlimpah dari warisan orang tuanya dan usahanya, ia seringkali menyewa alat pak Mardi untuk acara di kampungnya. Hampir setiap bulan Aryo mengadakan pesta rakyat di desanya dengan bertujuan mengambil simpati rakyat.

Hal berbeda ditunjukkan Panji, meskipun ia pegawai dengan bayaran pas-pasan di tempat ia kerja namun keinginannya untuk memajukan daerahnya tidak surut. Tidak banyak yang ia lakukan di daerahnya dari sekedar menghamburkan uang. Setiap dwimingguan ia kumpulkan tetangganya untuk membersihkan dan menata pemandangan desa agar enak dilihat. Konon, kedua caleg di desa ini adalah alumni sebuah pesantren di luar kota, tapi beda nasib. Yang satu kaya , yang satu sederhana.

Banyak sekali orang-orang suka dengan Panji bukan dari caranya bisa mengisi pidato dan terkadang ceramah di acara tahlilan di desanya. Melainkan dari sehari-harinya bergaul dengan mereka , berbeda dengan Aryo meski kemampuannya hampir sama dengan Panji tetapi ia jarang terlihat pada acara di desanya. Ia cukup sibuk dengan pekerjaannya disana-sini, namun ia berjanji memberikan yang terbaik bagi kampung halamannya. Kedua orang ini pun awalnya sangat dekat sekali dan tak jarang senyum tawanya selalu muncul ketika mereka bersama. Namun akhir- akhir ini hubungan mereka semakin jauh, entah karena apa. Pak Mardi yang seringkali senang melihat dan mendengar keduanya hadir berpidato di tengah-tengah warga dengan sound yang disewanya kini semakin jarang. Ia berharap tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena keduanya adalah harapan terbaik bagi desanya. Satu-satunya putra terbaik pilihan warga.

Beberapa hari kemudian Panji datang kepada pak Mardi untuk menyewa alatnya. Ia senang dengan datangnya putra pilihan tersebut, disamping karena sikapnya baik Panji adalah salah satu pelanggannya yang sering datang berkunjung dan bercengkrama bersama. Pak Mardi pun tahu kedatangannya dengan maksud meminjam alatnya untuk acara kampanye. Ia pun sekaligus mengundang pak Mardi ke rumahnya. Ia datang bukan dengan maksud kampanye tetapi ia gunakan untuk pernikahan adiknya. Pak Mardi pun menyerahkan alat dan beberapa pegawainya untuk membantu Panji. Setelah Panji pulang, Aryo pun datang dan berkeinginan menyewa alat pak Mardi. Namun, ia hanya menjanjikan alatnya bisa ia sewakan minggu depan karena sudah dipesan Panji. Mendengar hal tersebut Aryo berlalu pergi saja, pak Mardi mengira kedatangannya untuk acara bulanan yang sering ia selenggarakan. Pak Mardi meminta maaf pada Aryo karena tidak bisa meminjamkan peralatannya. Aryo hanya mengangguk dan kemudian berlalu dari tempat pak Mardi. Memang saat ini persaingan sedang tidak sehat antara kedua sahabat tersebut.

Malam pun datang, terdengar suara nyanyian dangdut yang semarak. Pak Mardi yang sangat lelah menunda sebentar istirahatnya dan melihat keluar rumah. Tak disangkanya semakin ramai pendukung Aryo mengikuti pesta pora di malam hari dan membagikan uangnya dan beberapa orangpun menghabiskan malam itu dengan minuman keras. Pak Mardi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat hal tersebut.

apa Aryo tidak tahu , kalau ada warga yang mabuk, benar-benar”

Keesokan paginya Aryo pun memanggil beberapa petugas kebersihan dan memberinya uang untuk membereskan sampah pesta tadi malam. Pak Mardi pun keluar rumah dan melihat keadaan di depan rumahnya sudah banyak berserakan sampah . Aryo pun datang, dan segera memberi baju para petugas tersebut.

pak, tadi malam kok tidak ikut , acaranya rame lho pak”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun