Tapi memang sejak tadi ia perhatikan Aira memang benar wajah yang dikenalnya. Ibu kemudian memanggilnya dan menyuruhnya membuat jamuan. Mereka berbincang begitu lama mengenang masa lalu. Aira yang sedari diam disana sesekali tersenyum, Dani pun seperti itu tapi ia merasa bahwa yang dikenalnya itu bukanlah perempuan biasa, ia berbeda.
Persiapan acara pernikahan paman Dani sebentar lagi akan dimulai , Aira dan ibunya juga ikut membantu untuk acara tersebut. Dani yang sedari tadi melihat keelokan perangai dan senyumannya hanya bisa memandang dari jauh. Memang , selama ini Aira yang dilihatnya sekarang hanya dikenal lewat dunia maya, namun saat ini ia begitu nyata dan Dani semakin terpikat hatinya. Meskipun satu rumah, Dani seperti enggan mendekatinya, pasalnya ia tahu diri bahwa gadis yang dilihatnya bukan gadis biasa, mengingat gadis itu juga seorang santri seperti dirinya. Terlebih mengingat beberapa tulisan puisi yang selalu dibuatnya dibaca oleh Dani dan terkadang menyukai , kadang pula mengomentari. Pernah suatu saat ia membalasnya
“ Meski Bunga Mawar itu indah, akan tetapi lebah masih saja merindukan aroma bunga matahari”
Ketika sedang berdiam diri, sang nenek memintanya untuk membawakan piring kepada Aira. Tanpa basa-basi ia mengantarnya, Aira pun tersenyum,apa benar ia tahu maksud puisi tersirat itu yang menandakan meskipun banyak wanita tetapi tiada yang lain selain dia. Sepanjang dia menaruh piringnya Aira masih meninggalkan senyuman untuknya.
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H