Mohon tunggu...
Nuni Sura Anterdja
Nuni Sura Anterdja Mohon Tunggu... -

warga negara republik ini yang suka iseng ikutan pusing dan sok perduli sama yang telah, sedang dan akan terjadi di,pada,terhadap,bagi negeri ....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Me and nasional.is.me

1 Oktober 2010   04:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:49 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang giliran kenapa Allah kasi waktu yang tepat adalah sore ini saya  menyelesaikan baca e-book nasional.is.me

Sudah hampir seminggu ini dan menguat beberapa hari terakhir, semangat saya  melemah untuk bertahan dalam dunia birokrasi, yang selalu dan masih saya  benci, demi cita2 merubah yang saya  ga suka ini dari dalam system pada waktunya nanti, instead of cuma kritik tapi ga bisa ngapa2in juga untuk ngubahnya.

Tulisan ini berhasil membangkitkan saya  dan bikin saya  berani memutuskan bertahan dan terus berjuang walau pastinya hari-hari kedepan ga akan lebih mudah (semoga Allah memberkahi).

Sebagian peristiwa di tulisan ini terjadi saat saya  ga di Jakarta dan hanya bisa melihat dari live streaming di dennyshotspot (dulu ada live streaming) atau mivo.tv dan video2 di youtube soal apa yang terjadi terutama terkait bom di jw marriot yang banyak dibahas disitu. Jadi jujur aja saya  ga terlalu ngeh bahwa ada ‘gelombang besar’ yang pandji cerita disitu.

Hmm jadi kepikir bahas soal nasionalisme waktu gempa padang.

Sedikit diluar konteks review nasional.is.me, Saya  tiba2 keinget waktu gempa padang akhir September lalu. Memang salah satu temen saya  mahasiswa Indonesia di Maastricht ada yang dari Padang dan adiknya sempet 3 hari ga ada kabar karena tempat kerjanya di padang rubuh dan belum berhasil pulang ke rumah. Tapi semangat temen2 mahasiswa Indonesia waktu itu, saya  lihat bukan hanya karena temen saya  yg orang padang itu, tapi kecintaan luar biasa dan empati besar atas apa yg terjadi. Akhirnya kami Perhimpunan Pelajar Indonesia-Maastricht berhasil bikin 2 acara penggalangan dana. Yang pertama diadakan di Maastricht yang difasilitasi oleh salah satu kampus disana dan share acara dengan mahasiswa India yang waktu itu terkena bencana banjir. Yang menarik di acara pertama ini adalah selain bahwa saya  nari sajojo (oh my…padahal bertahun2 di Jakarta saya  ga pernah nari tarian tradisional :D), venue yang terbagi ke dalam 2 meja (Indonesia dan India) terjadi perbedaan yang signifikan dari keduanya. Di bagian Indonesia, yang mana mahasiswa Indonesia di Maastricht relative paling sedikit se belanda, (saat itu hanya ada sekitar kurang dari 15) while mahasiswa India waktu itu jauh lebih banyak setau saya , berhasil bikin rame meja Indonesia hasil ngumpulin pernak pernik yang kita punya (saya sampe ngeluarin souvenir batik dan songket lampung buat professor saya  hehe) untuk dipamerin di meja itu demi nunjukin keberagaman di Indonesia (ada yg ngeluarin stok gantungan kunci wayang, batik yg udah ga baru dan banyak lainnya). Giliran di perform kesenian tradisi, sajojo dari tanah papua persembahan saya  dan 2 temen lainnya dapet banyak apresiasi (walau saya  narinya dengan penuh kepanikan karena cuma latihan sekali J) dan yang luar biasa adalah setelah itu salah satu temen pelajar asing (dari amerika latin tapi lupa persisnya) bilang kompaknya pelajar Indonesia keren banget.

Acara kedua yang diadakan di Hasselt Belgia atas kerjasama dengan masyarakat Indonesia di belgia, menyisakan pengalaman yang beda luarbiasanya. Acara kali ini kebanyakan di hadiri orang Indonesia yang udah lama di Belgia beserta keluarga bulenya. Kali ini saya  dan beberapa temen mahasiswa dari Maastricht kebagian jatah nge-lead poco-poco. Tapi hasil nego saya  sama panitia, kami nambah satu perform untuk nyanyi ala paduan suara yang mendadak kita putusin malam sebelumnya karena mikir udah jauh2 ke hasselt (sejam naik bis udah jauh tuh) masa poco2 doang terus pulang J. Akhirnya di bagian penutup kita naik ke panggung dan ngajak orang yang hadir untuk nyanyi tanah airku dan Indonesia pusaka. Yang ga disangka2 adalah semua mau berdiri dan beberapa mau ikut ke panggung terus nyanyi bareng dan kita rame2 nangis karena liriknya “walaupun banyak negeri kujalani, yang mahsyur permai dikata orang, tetapi kampung dan rumahku, tak akan hilang dari kalbu” gila padahal waktu kita pilih lagi ini hanya karena temen saya  yg main gitar ngerasa gampangan mainin lagu itu, tapi efeknya unpredictable dan menghadirkan airmata bukti kecintaan dan kebesaran bangsa Indonesia.

Ah ternyata tulisan saya  lebih ga sistematis dibanding pandji :p

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun