Kesenian Jathilan merupakan salah satu jenis tarian rakyat yang menyatukan unsur tarian dengan spiritual. Jathilan berasal dari kata "Jathil" yang artinya "menari dengan kaki". Kesenian ini bisanya dipentaskan dalam acara di desa seperti; Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Bersih Desa, Ruwahan, Labuhan Pantai dll.
Salah satu kelompok Jathilan yang berada di Yogyakarta tepatnya di Mangiran, Trimurti, Srandakan, Bantul bernama Turangga Wiraga Mudha. Dimana Paguyuban ini telah berdiri sejak tahun 2017 dan masih sampai sekarang. Jathilan Turangga Mudha terdiri dari 2 kelompok yaitu babak putra dan babak putri. Pemain Jathilan yaitu remaja sekitar umur 17 - 22 tahun. Babak putra terdiri dari 8 pemain sedangkan babak putri terdiri dari 10 pemain.
Tarian Jathilan diiringi dengan musik gamelan. Gamelan yang dipakai berupa kenong, gong, kendang, peking, drum, demung, saron, kempul, bende dan bonang. Gamelan yang mengiringi tarian yang ditarikan oleh para pemain Jathilan. Unsur unsur yang ada di dalam Kesenian Jathilan ini meliputi gerakan tarian, kostum, properti dan iringan musik gamelan.
Properti yang digunakan pada Kesenian Jathilan yaitu jaran yang terbuat dari anyaman bambu dibentuk menyerupai Kuda. Jaran sebagai tunggangan oleh penarinya. Penari menggunakan kostum dan tata rias muka yang realistis. Kostum penari seperti tutup kepala, baju atau kos rompi, celana panji, jarik, stagen dan selendang. Adapun tambahan aksesoris seperti Rambut Kuda pada bagian kepala kuda dan ekor Kuda. Dibagian kaki para penari biasanya terdapat aksesoris klinting. Klinting terbuat dari logam yang berwarna emas. Klinting dipakai di kaki agar saat penari menari terdengar suara klinting tersebut. Jathilan biasanya. membawa senjata berupa pedang atau pecut. Pedang yang terbuat dari kayu dan pecut terbuat dari rotan atau ranting. Namun sekarang jarang para Jathilan membawa senjata berupa pedang. Jika sudah siap para penari memasuki area pentas atau dalam bahasa Jawa disebut "kalangan".
Kalangan merupakan lapangan pementasan Jathilan yang dipagari dengan bambu. Jadi masyarakat yang menonton ada diluar Kalangan. Biasanya yang ada didalam Kalangan hanya Pawang Jathilan, Sinden dan Gamelan. Namun sebelum penari memasuki kalangan biasanya Pawang Jathilan melakukan ritual untuk meminta izin pada penguasa setempat agar tidak mengganggu acara pementasan jathilan. Pawang Jathilan bertugas sebagai pemanggil roh halus dan mengeluarkannya dari tubuh para penari. Para penari memasuki kalangan dengan berbaris berjejer.
Penari menari dengan gerakan sesuai musik gamelan yang dimainkan. Musik gamelan diiringi dengan lagu yang dinyanyikan oleh Sinden pada saat pementasan. Lagu yang sering dinyanyikan oleh sinden saat pementasan Jathilan adalah Manyar sewu, Gugur Gunung, Nyi Roro Kidul, Turi Putih dll.
Tak luput dari Kalangan, adapun dibagian pojok depan terdapat meja yang ada tatanan makanan dan minuman. Dalam bahasa Jawa disebut Sesajen. Sesajen adalah simbol kehidupan hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang tertuang dalam makanan. Sesajen tersebut berisi Nasi tumpeng, pisang, Ayam Ingkung, Rokok, Beras kuning,Bunga mawar, Minuman kopi/teh, Kemenyan, Dupa, Ayam hidup, Minyak wangi dan Uang. Makna Sesajen merupakan simbol rasa syukur bagi acara Jathilan dan masyarakat sekitar.
Jathilan ini ditunjukkan dengan keadaan tidak sadar diri atau kesurupan. Dalam bahasa Jawa disebut "ndadi". Para penari akan melakukan atraksi-atraksi seperti jungkir balik, menjerit jerit atau manjat pohon bergelantungan dengan segala gerakan dari roh yang masuk ke dalam raganya.
Untuk penyembuhan kesurupan nantinya akan disadarkan oleh Pawang Jathilan. Para Penari yang kesurupan biasanya menari mengarah ke meja sesajen. Karena roh yang ada dalam raga mereka mungkin membutuhkan energi. Tak heran kebanyakan mereka memakan bukan ayam Ingkung ataupun nasi tumpeng, melainkan bunga mawar dan dupa. Dupa berbentuk seperti lidi berwarna merah yang dibakar menghasilkan asap berbau mistis. Bunga mawar dan dupa dipercaya sebagai bentuk penghormatan untuk roh.
Proses penyembuhan kesurupan dilakukan oleh Pawang Jathilan yang biasanya didoakan dengan cara disentuh bagian kepala penari. Proses penyembuhan tidak dengan mudah, biasanya banyak penari yang disembuhkan harus dengan cara yang berbeda. Seperti harus disembur dengan minyak wangi, didampingi oleh jaran yang ditunggangi atau adapula yang harus diikat dengan jarik. Terkadang musik gamelan jika berhenti, penari yang kesurupan juga ikut berhenti menari. Jika penari sudah Lelah akan menghampiri pawang dengan tersendiri nya. Penari yang sudah tersadarkan langsung keluar dari kalangan dan pementasan jathilan telah selesai. Karena akhir dari pementasan Jathilan itu saat kesurupan atau ndadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H