Ya, saat saya berada di zona nyaman, saya dalam step transisi menaikan performa saya di satuan kerja sebelumnya, namun tiba-tiba saya harus menghadapi kenyataan bahwa saya dimutasi jauh ke ujung pulau Kalimantan Selatan, ya Kotabaru. Sesak dada saat melihat pengumuman TPM saat itu, pikiran-pikiran saya jauh menghayal, sangka-sangka negative, dan campur aduk. Kenapa? Ya... karena pada saat itu, saya mengalami dilemma berat, apa itu? Saya dalam tahap persiapan ujian proposal disertasi saya, saat itu saya harus mempersiapkan ujian akhir semester saya di Universitas Terbuka (saya dalam tahun bersamaan mengambil S3 Ilmu Syariah dan S1 Ilmu Hukum).Â
Selanjutnya kegalauan saya saat itu adalah saya harus meninggalkan anak-anak saya yang masih balita, dan istri saya di Marabahan. Mungkin ada yang bertanya kenapa nggak dibawa saja ke Kotabaru? Bagi saya, keluarga adalah surga, saya tidak mau membuat istri saya durhaka karena menolak ajakan saya untuk ikut ke Kotabaru, setelah sebelumnya saya tawarkan apakah mau ikut ke Kotabaru? Dia menjawab: "tidak" tolong carikan saya rumah sewaan di sini saja. Biar anak-anak sekolah disini.Â
Dalam konsep saya, perintah suami kepada istri adalah wajib ditaati oleh istri selama tidak perintah yang bermuatan kemungkaran. Sehingga saya tidak pernah memerintah, tetapi menawarkan, dengan memberikan segala konsekuensinya, bahwa saya tidak mungkin bisa pulang tiap minggu karena jauhnya jarak, dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan serta kemampuan fisik yang tidak memungkinkan.Â
Lebih dari itu, di hari-hari terakhir saya harus mengajari istri saya bersepeda motor, karena biasanya saya antar saja, setelah itu saya mesti memikirkan SIMnya dan singkat cerita dapatlah semua keperluan keluarga disana, ya SIM, ya rumah, ya sekolahan untuk anak. Sedikit demi sedikit persoalan sudah teratasi, sehingga keberangkatan saya ke Kotabaru tidak penuh dengan beban materil dan spiritual.
"Risk, then, is not just part of life. It is life. The place between your comfort zone and your dream is where life takes place. It's the high-anxiety zone, but it's also where you discover who you are." --- Nick Vujicic
(Resiko, maka, bukan hanya bagian dari kehidupan. Itulah kehidupan. Tempat antara zona nyamanmu dan impianmu adalah tempat dimana kehidupan berlangsung. Itu adalah zona kecemasan tinggi, tapi juga di mana kamu bisa menemukan siapa dirimu.)
Setelah saya dilantik timbul pikiran saya, saya tidak betah disini, dan biarlah saya bekerja seadanya saja. Apa yang menjadi tugas pokok saya itu saja yang saya kerjakan. Untuk pekerjaan lain atau tambahan masa bodohlah. Rangkap jabatan di satker Kotabaru sudah sejak lama dilakukan karena keterbatasan SDM, ya saya jadi kasir, jadi PPABP, saya jadi tim ini, tim itu, banyak sekali.Â
Sebelumnya saya cuek saja, seadanya saja lah... pikiran saya terpengaruh dengan celetukan sebagian teman-teman yang mikir bahwa berbuat lebih di kantor ini pun tidak membuat kita segera dimutasi dari sini dengan mencontohkan beberapa teman yang harus menunggu sampai 8 tahun. Lanjutnya, kalaupun kita tidak rajin, emangnya mau di "buang" kemana lagi, soalnya Kotabaru ini yang paling jauh dari satker yang ada di Kalimantan Selatan. Hihihi, dalam hati sebelah kiri saya, iya ya, bener juga kata mereka.Â
Tetapi hati dan akal saya berpikir, saya kerja dimanapun adalah takdir dari Allah, bentuk syukurnya adalah bekerja dengan rajin dan optimal. Karena rizqi untuk anak-anak, istri dan keluarga saya dititipkan Allah lewat pekerjaan saya saat ini. Dimanapun? Ya sementara jawabannya iya? Meskipun upaya untuk mendekat tentu selalu diupayakan.Â
Namun dalam proses untuk mendekat tidak membuat performa kinerja diturunkan apalagi diletakan pada perseneleng nol. Jangan!!! Terus berjalan meskipun tertatih menjawab tantangan, terus bergerak meskipun berat, terus berubah meskipun sesak, terus berbenah meskipun gerah, terus dan terus hingga kita sampai pada tujuan yang sesungguhnya.
Ya, tidak dipungkiri di satuan kerja terjadi intrik. Kadang yang bergerak dan mempertahankan serta meningkatkan performa dianggap sebagai pembalap liar yang harus dijegal atau dihalangai dengan kibaran bendera kuning bahkan merah. Hihihi..... Kita tahu beberapa waktu lalu (nah, baru masuk materi ini, pembaca yang budiman, tadi sih intro.... Tapi intronya kepanjangan ya.... Maafkan saya), di banyak bahkan hampir seluruh peradilan menghafalkan delapan nilai utama Mahkamah Agung RI. Saya berusaha menelusurinya, apakah 8 nilai itu baru atau memang sudah ada sebelumnya. Eh... ternyata sudah ada di Blue Print-nya  Mahkamah Agung RI tahun 2010-2035 (pada saat itu Ketuanya adalah Dr. Harifin A. Tumpa).