Mohon tunggu...
Nur Azizah Fadhilah
Nur Azizah Fadhilah Mohon Tunggu... -

KITA ADALAH DIRI KITA SENDIRI. TAPI,AKAN SELALU ADA,MESKI KAU PIKIR MUSTAHIL,MESKI KAU TIDAK MERASAKAN KEHADIRANNYA,,, SELALU ADA ORANG-ORANG YANG BERPIKIR SEPERTIMU,BISA MEMAHAMIMU&BISA MENYAYANGIMU... TAK SEORANG PUN BENAR-BENAR SEBATANG KARA... KITA TIDAK PERNAH BENAR-BENAR SENDIRIAN... (_Ra)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Remember The Moment: Long Road to be Leader

18 Juni 2011   06:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:24 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

REMEMBER THE MOMENT: LONG ROAD TO BE LEADER

Hari ini, 15 Juni 2011 genap satu tahun setelah saya menjalani tahap kedua penerimaan mahasiswa baru Universitas Paramadina melalui jalur Paramadina Fellowship 2010. Tepat setahun yang lalu di Hotel Singgasana Makassar adalah detik-detik penentuan masa depan saya kelak. Saya melalui serangkaian tes mulai dari PEPT (Paramadina English Proficiency Test), FGD (Focus Group Discussion), tes logika, unjuk bakat, dan interview. Saat itu, banyak hal yang dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk berkuliah. Pertama, biaya kuliah semakin mahal, termasuk kuliah di universitas negeri sekali pun. Biaya kuliah mahal karena semakin sedikit subsidi yang diberikan pemerintah untuk dunia pendidikan, terutama perguruan tinggi. Jadi setiap universitas harus memperoleh sumber dana sendiri agar tetap bertahan. Banyak cara yang dilakukan. Selain SNMPTN, beberapa universitas mengadakan ujian masuk sendiri. Beberapa PTN juga bergabung dan mengadakan UMB (Ujian Masuk Bersama). Universitas lainnya menyeleksi siswa berprestasi dan berbakat melalui jalur PMDK. Meskipun demikian, tidak ada kemudahan atau keringanan dalam hal biaya, sama halnya dengan UMB atau SNMPTN. Ini terjadi di universitas negeri. Dapat dipastikan jika memilih di universitas swasta, tentu uang yang harus dikeluarkan akan lebih banyak lagi.

Pertimbangan lainnya adalah saya telah berusia 18 tahun dan agaknya sudah cukup dewasa untuk tidak menyusahkan orangtua dalam hal finansial. It will gonna be cool if I could pay the college cost by my self. Selain itu, jika saya benar-benar berkesempatan untuk berkuliah, saya tidak ingin terganggu dengan hal-hal yang berhubungan dengan uang. Mungkin bagi sebagian orang hal tersebut semakin tidak dapat terhindarkan saat menginjak usia dewasa. Tetapi, bagi saya kemampuan mutitasking bagi seorang mahasiswa untuk dapat membagi waktu, tenaga, dan pikirannya pada hal-hal lain di luar kuliah dan sebenarnya ditujukan terutama untuk keperluan kuliah serta berorientasi materi adalah benar-benar mengganggu perkuliahan. Saat berkuliah, saya ingin berfokus pada cita-cita, bekerja untuk memperoleh pengalaman, dan beraktivitas di kampus dengan maksimal. Saya tidak ingin dikejar-kejar dengan berbagai tunggakan pembayaran di akhir bulan, kemudian kuliah saya terabaikan karena teralihkan untuk usaha menutupi kebutuhan material dan akhirnya, impian saya melayang… Masa depan harus didesain sebaik mungkin. It remainds me about the story in the past or something that you can found in many students story. Saya biasanya membaca cerita tentang mahasiswa ini di buku atau menemukannya di sinetron-sinetron televisi. Keinginan mencapai cita-cita terhalang kesulitan untuk berkuliah, sehingga seorang mahasiswa harus tersita waktunya atau bahkan tertunda kuliahnya demi mengumpulkan biaya terlebih dahulu sebelum melanjutkan kuliah. Ironis, tapi demikianlah realitanya… Saya tidak menginginkan jalan itu dan ingin menempuh cara lain. So, I’ve to prepare it. I need for problem solving!

Jalan yang ditunjukkan Allah swt. telah tampak bahkan sejak saya duduk di kelas II SMA. Beasiswa adalah langkah strategis untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk tujuan mencapai cita-cita secara fokus dan tetap prestatif. Saat itu, dari sebuah majalah remaja saya menemukan peluang beasiswa jauh dari tempat saya berada. Di sebuah kota metropolitan bernama Jakarta, saya yang sepanjang hidup tinggal di ujung pulau Sulawesi mulai bermimpi dan mengembara. Hari-hari berlalu hingga saya tiba di tahun terakhir masa SMA. I’ve to decide it, take the opportunity or loose it, do something or get nothing. It’s no use to waiting for miracle. Di hari yang sama saat saya membawa majalah tersebut untuk diperlihatkan pada teman-teman saya, gerbang emas meraih cita-cita semakin terbuka. Pada hari itu, di bulan Januari 2010 seorang penerima PF 2009 datang ke sekolah saya dan mensosialisasikan PF 2010. Saya pun meyakinkan diri untuk berkompetisi mengejar fullbright terbesar di Indonesia saat itu dan mulai memenuhi kelengkapan dokumen sebagai persyaratan pendaftaran, write down essay about my life experience and what I want to do in the future, get professionals English course, TOEFL and prepare many things.

Sambil menunggu pengumuman, saya bekerja di Arise International Boutique and Tailor. Saat itu saya belajar arti penting pendidikan di dunia kerja. Sebagian besar pegawai yang hanya menamatkan SD menerima gaji di bawah UMR (Upah Minimum Regional). Masalah gaji tidak hanya menyangkut upah untuk kelelahan mereka setelah bekerja, tetapi merupakan penghargaan bagi dedikasi mereka. Setelah itu, saya juga bekerja part-time home industry “Resky”. Saat itu, saya belajar bahwa bekerja tidak hanya untuk uang, tetapi juga tentang aktualisasi diri dan menjadi berarti bagi orang lain. Pada hari pengumuman seleksi berkas, saya telah menunggu di warnet sejak pagi. Ternyata akan dipublish di website pada sore hari. Keesokan harinya, saya pun tidak bisa melihatnya karena saya mengalami kecelakaan motor. Tiga hari kemudian, saya melihat pengumuman dan alhamduliillah saya termasuk dalam 225 besar dari 1622 pendaftar. Saat mengikuti tahap interview, meskipun kurang percaya diri, saya tetap berusaha semaksimal mungkin. Ketika pengumuman final dipublish, saya merasa pesimis dan memutuskan untuk tidak melihatnya. Pada hari itu pun saya mengikuti interview pekerjaan di sebuah perusahaan, tetapi gagal di tahap promosi penjualan. Saat tiba di rumah, saya menerima SMS dari teman yang juga mengikuti seleksi PF dan mengabarkan bahwa saya lulus sebagai salah satu dari 47 peraih Paramadina Fellowship 2010. Alhamdulillah, syukur tak terhingga. Sejak saat itu, saya yakin bahwa seberapa kali pun saya jatuh, saya harus bangkit dan berusaha lebih giat, karena Allah akan mendengar mimpi-mimpi dan melihat semua kerja keras saya. Seperti ungkapan dalam dalam novel Maryamah Karpov, “satu titik dalam relativitas waktu, saat inilah masa depan itu”, saya mengucap doa sebelum meninggalkan tanah kelahiran tercinta. Bismillah, semoga segala usaha ini diridhai Allah swt…

Sejak kecil, saya memang merasa bukan termasuk anak yang pintar. Saat duduk di bangku sekolah, saya adalah anak yang penyendiri. Saya selalu menemukan diri saya seorang sendiri, tanpa teman maupun seseorang untuk berbagi. Saya jarang bertanya tentang hal yang ingin saya ketahui. Saya memperoleh segala jawabannya dari tumpukan buku-buku di perpustakaan sekolah. There’s no something that could make me get the clear answer of puzzle and maze in life exept if I found it in the books. Saya menyukai dan menjaga buku-buku lebih dari benda-benda lain di kamar saya. Mungkin buku adalah harta paling berharga yang pernah saya miliki. Bertahun-tahun ditempa di sebuah yayasan sekolah yang dinaungi oleh organisasi yang sejak awal berdirinya concern dalam bidang pendidikan dan sosial, sebuah sekolah terindah dengan guru-guru terbaik di dunia, akhirnya saya tumbuh menjadi perempuan yang menginginkan ketangguhan dan kemandirian mengisi perjalanan hidup saya di hari-hari ke depan. Tanpa mengabaikan pengaruh lingkungan sekolah khusus putri tempat saya menuntut ilmu sepanjang sekolah menengah, saya sungguh ingin menghilangkan anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah.

But now, here I am… Kini saya adalah mahasiswi tahun pertama di sebuah kampus small but giant di Jakarta, Universitas Paramadina. Di sana, saya belajar banyak hal tentang hidup. Paramadina menjunjung tinggi nilai-nilai ke-Islaman, ke-modernan, dan ke-Indonesiaan. Seluruh civitas academica didorong untuk terus mendalami ilmu dan teknologi, kewirausahaan dan makna hidup beragama dengan tujuan terbentuknya insan kamil (manusia unggul) yang memiliki tiga kompetensi utama berupa leadership, entrepreneurship, dan ethics. Syukur tak terhingga atas anugerah Allah SWT. ini dan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk donor saya. PT Indika Energy Tbk telah berperan dalam mempertegas garis dan warna sketsa mimpi saya menuju lukisan masa depan yang indah. Sebuah kelompok usaha yang masih cukup muda memiliki konstribusi nyata demi pencapaian cita-cita UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah hal yang sangat luar biasa. Kesadaran dan kepedulian atas pentingnya pendidikan bagi eksistensi bangsa diwujudkan dengan pemberian beasiswa. Saya ingin mengikuti jejak semangat filantropi tersebut kelak saat saya berhasil meraih kesuksesan.

Sehari sebelumnya, pada 14 Juni 2011 bertepatan dengan interview Paramadina Fellowship 2011 di Makassar yang diikuti oleh dua orang adik kelas saya, Arafah dan Rahmaniar; mahasiswa angkatan 2010 Universitas Paramadina telah selesai mengikuti PLC (Paramadina Leaders Camp) selama tiga hari di Taman Nasional Halimun Salak Bogor. Pada saat menyalakan api unggun, that’s moment reminds me about my struggle to be fellow. That’s long road to be leader. Semangatku pernah berkobar dan membara seperti atau bahkan melebihi api unggun itu. So, when I’m fallin down, I’ve to remember thats spirits. Apa pun yang terjadi, sayaharus tetap semangat dan pantang menyerah. Saya harus melanjutkan setiap mimpi yang pernah terajut dengan kerja keras yang cerdas. Saya ingin suatu saat nanti, orang-orang yang saya cintai, setiap orang yang memberi support besar untuk cita-cita saya, dapat hadir dalam pencapaian puncak tertinggi dalam hidup saya di masa depan. Amin…



“Titipkanlah cita-cita pada imajinasi tanpa batas, biarkan ia terbang tinggi. Lalu lewat kerja keras nan cerdas, rebutlah cita-cita di tempat yang tinggi itu”

(Anies Baswedan, Ph. D - Rektor Universitas Paramadina)

dhilaaa

Jakarta, June 15th 2011

Parmad Fellow 2010

Mampang II Boarding House

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun