Sebagai kota yang menjadi jalur perdagangan sejak jaman dahulu, Surabaya disingahi beraneka ragam etnis. Alhasil, kota yang terkenal dengan karakter jiwa pemberani ini memiliki pesona kearifan lokal yang tak pernah habis untuk ditelusuri.
Selain itu, pola masyarakatnya yang berkelompok secara tidak langsung membentuk perkampungan-perkampungan yang tersebar seantero kota pahlawan.Â
Dimana dalam aktivitasnya, warga perkampungan ini membentuk sebuah tradisi yang khas yang diwariskan turun temurun hingga kini.
Seperti halnya, wilayah Surabaya bagian barat, dimana sebagai wilayah yang menjadi pembatas Surabaya dan kota sekitarnya sehingga wilayah ini memiliki budaya yang beragam, yang paling sering diulas adalah tradisi sedekah bumi, atau pertunjukan okol.
Selain kedua tradisi tersebut, masih ada tradisi yang belum pernah diulas dan tak kalah menarik untuk ditelusuri yakni, tradisi Kupatan Banca'an Kembang Alang-alang.
Ya..tradisi Kupatan Banca'an Kembang Alang-alang ini hinga kini masih hidup di kampung Lontar, sebuah kampung yang syarat akan nilai-nilai kebudayaan masa lampau yang berada di pinggir bagian barat Surabaya, tepatnya di kelurahan Lontar Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya.
Meskipun Kampung Lontar tepat berada ditengah megahnya Mall terbesar di Surabaya yakni Supermall dibagian timur dengan setra kuliner moderen Citra Land yang bernama G -Walk dibagian barat, tak membuat warga Lontar meninggalkan tradisi warisan dari para leluhurnya ini.
Tradisi-tradisi tersebut begitu berharga hingga kini terus dijaga kelestariannya dan menjadi warisan yang layak untuk dijaga. Seperti apa keunikannya yuk simak ulasan berikut ini.
- Asal usul Kupatan dan Banca'an Kembang Alang-alang
Tradisi Kupatan dan Bancaan Kembang Alang-alang merupakan sebuah tradisi bagi masyarakat asli kampung Lontar dalam  menyampaikan rasa pengharapan yang tinggi atas apa yang dihajatkan/diharapkan oleh masyarakat kampung.
Berdasarkan cerita masyarakat kampung Lontar, munculnya tradisi ini sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah tuhan yang telah membebaskan dari wabah penyakit yang kala itu banyak diderita oleh anak-anak kecil.
Kala itu, masyarakat kampung Lontar yang umumnya adalah petani tengah dibuat sengsara oleh adanya sebuah wabah yang melanda, banyak warga kampung yang jatuh sakit terutama pada anak-anak kecil.