Renungan Singkat, Paskah Pekan V
Selasa, 17/5/2022.
Injil Yoh 14:27-31a
Kita sering mendengar salam, baik dalam acara formal maupun dalam pertemuan tidak formal. Seperti: Shalom atau salam damai, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh atau semoga keselamatan (diberikan) atasmu dan juga dilimpahkan atasmu rahmat dari Allah dan keberkahan, Om Swastiastu, Namo Budaya. Dalam kalangan keluarga fransiskan pun ada juga yakni Pace e Bene atau damai dan segala kebaikan dari Allah. Intinya, orang menyampaikan salam damai, hormat, dan kemuliaan bagi semuanya, itu semua sangatlah indah.
Orang-orang yang mendengarkannya dengan berbagai kesan. Ada yang sama sekali tidak berkesan beranggapan itu hanya sebagai formalitas saja, ada yang berkesan karena muncul harapan keselamatan, sukacita, damai sejahtera dan saling menghormati satu sama lain.
Kita sebagai orang yang beriman, ketika kita menyampaikan Shalom atau damai sejahtera kepada sesama, apakah suatu tindakan yang rutinitas atau formalitas saja? Tentu tidak demikian. Sebab, ketika kita menyampaikan salam itu, kita menyampaikannya dengan tindakan iman kita. Kita percaya akan kebenaran dan kebaikan ajaran Yesus sendiri.
Pertama, kita mengikuti teladan Yesus yang bangkit, yakni bertekun menyampaikan salam damai atau Shalom kepada sesama. Bila Yesus sendiri rajin menyampaikan Shalom, maka kita juga perlu rajin. Kalau bukan kita yang menyampaikannya, lalu siapa?
Kedua, salam damai yang diwartakan oleh Yesus merupakan buah Paskah, yakni pengampunan Tuhan. Hanya pengampunan yang diberikan Tuhan inilah yang membuat manusia mengalami damai sejahtera. Paskah Kristus membuat kita kembali menjadi orang terhormat, mulia dan suci. Pesan sukacita inilah yang perlu diwartakan turun-temurun.
Oleh sebab itu, jangan kita takut lagi menjalani hidup sehari-hari dengan kemenangan Paskah. Janganlah kita malas untuk semakin giat menyampaikan salam damai sejahtera kepada siapa pun.