Behaviorisme pada hakikatnya memandang belajar sebagai interaksi stimulus-respon.Titik berat kelemahan behaviorisme ialah belum mampu menjelaskan hierarkhi struktur situasi pembelajaran yang kompleks. Behaviorisme yang awal pemamaparannya terlihat ringkas dan sederhana, setelah ditelisik dan ditelaah sebagai sumber untuk mengolah dan menginterpretasikan situasi pembelajaran ternyata sangat teknis dan kompleks untuk dimengerti. Sehingga teori ini digeser oleh teori lainnya, yaitu teori koneksionisme.
Koneksionisme merujuk pada konsep penguatan (reinforcement) yang tidak ada dalam Behaviorisme Watson dan Guthrie.Dalam pembelajaran koneksionisme, kontrol belajar masih belum dimiliki individu secara mandiri untuk mengeksplor dan mengembangkan pengetahuannya. Pergeseran teoritisi koneksionismemencakup pembahasan mengenai hal-hal yang dipelajari orang dari orang lain, karena masa koneksionisme orang-orang mengesampingkan pembelajaran semacam itu.
Teori kognitivisme merujuk pada pembelajaran yang bertitik tolak pada pengoptimalan aspek kognitif (pengetahuan dan pengalaman) yang telah dimiliki individu dalam struktur kognitifnya. Dampaknya ialah tiap-tiap individu dapat memiliki pemahaman yang berbeda dalam memaknai satu pengetahuan yang sama. Karena tiap-tiap individu dalam tahap yang sama dapat memiliki perbedaan kemampuan dalam memaknai suatu pengetahuan.Teori ini dianggap hanya mengandalkan pengoptimalan kemampuan intelegensi padahal masih banyak kemampuan lain dari dalam diri seorang individu yang dapat dioptimalkan dalam kegiatan belajar agar individu dapat secara mandiri mengeksplor pengetahuannya menjadi pengalaman untuk memecahkan berbagai persoalan pelik dalam hidup dan kehidupannya.
Berbeda lagi dengan teori konstruktivisme yang menganggapbelajar sebagai proses pembangunan struktur pengetahuan secara mandiri oleh individu. Individu diposisikan agar dapat aktif dalam mengkonstruk pembelajarannya. Inti kelemahannya terletak pada kemauan / motivasi individu itu sendiri. Individu dengan motivasi yang rendah atau kurang memiliki kemauan untuk mengkonstruk pengetahuannya cenderung akan tertinggal oleh individu lain dengan tingkat motivasi yang tinggi. Amat disayangkanjika keberhasilan pembelajaran ditentukan sepenuhnya atas dasar kemandirian individu dalam membangun pengetahuannya dan pada realitanya ada beberapa individu yang memang kurang memiliki kemandirian untuk berpikir kreatif dan imajinatif, hal inilah yang belum dapat dikoreksi secara tajam dalam konstruktivisme.
Dan teori yang terakhir yaitu teori humanisme yang sering disebut dengan istilah “memanusiakan manusia” yang dapat dilakukan dengan memadupadankan beberapa teori asalkan tujuan “memanusiakan manusia” dapat tercapai.Pembelajaran humanisme dikatakan berhasil jika individu telah mampu memahami diri sendiri dan lingkungannya.Kelemahan mendasar terletak apabila pendidik tidak mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung aktualisasi diri individu yang belajar.
Intinya, guru harus pandai dalam memilih teori pembelajaran yang sesuai dengan keadaan yang saat ini. Jika harus memilih teori mana yang terbaik, maka teori humanismelah yang lebih saya pilih karena teori humanisme dapat dilakukan dengan memadupadankan beberapa teori asalkan tujuan “memanusiakan manusia” dapat tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H